Page 38 - SALAM REDAKSI
P. 38

Jingga menoleh ke arah sumber suara, dan mendapati Grey berdiri di ujung sana.

                       "Saya membawa bukti bahwa Jingga tidak bersalah!" serunya.

               Jingga kehilangan akal sehatnya, dia bahkan tidak bisa mencerna perkataan Grey. Apa maksud
               Grey? Bukti? Grey tidak tahu tentang kejadian itu, tapi mengapa dia datang membawa bukti?
               Apa Luna masih hidup? Entahlah.

                    "Pak, masuk!" pinta Grey kepada seseorang.

               Tampang bapak-bapak yang datang bersama Grey tidak asing bagi Jingga. Tapi, siapa dia?

                    "Silahkan,  Pak!"  Bapak  itu  mengangguk,  lalu  menuju  hakim  dengan  sebuah  handphone
               jadul di genggamannya.

                    Dentuman sentuhan kayu membuyarkan lamunan Jingga. Dia menengadah menatap jajaran
               hakim di depannya.

                    "Saudari Jingga dinyatakan tidak bersalah, dan dia akan dibebaskan saat ini juga," ujar salah
               satu hakim dengan tegas.


                    "Bagaimana bisa?" gumam Jingga. "Sebenarnya siapa bapak itu?" tanyanya dalam hati.
               Keputusan hakim tidak bisa di  ganggu  gugat,  tapi  sepertinya semua ini belum selesai.  Kedua
               tangan Jingga dicekal ke belakang.

                       "Saya tidak akan biarkan kamu hidup tenang!" ancam Elena.

                    "Luna  depresi  waktu  itu,  bahkan  dia  kehilangan  kesadarannya.  Entah  apa  yang  ada
               dipikirannya, tapi saya benar-benar tidak ingin mencelakakan Luna," jawab Jingga.

                    "Nyonya Elena, anda telah dilaporkan dengan kasus kekerasan pada anak. Mari ikut saya!"
               perintah seorang polis dengan nametag Nugroho.


               Elena  berusaha  memberontak,  namun  gagal.  Tenaganya  tidak  cukup  untuk  melawan,  dan
               hidupnya juga akan berakhir di penjara.

                    "Jingga ...," panggil seseorang di belakangnya.

                    "Grey, siapa dia?" tanya Jingga.

                    "Dia bapak-bapak penjual toko kelontong di depan halte sekolah," jawab Grey.

               Bapak  tersebut  menyunggingkan  senyuman  pada  Jingga.  "Waktu  itu,  Mbaknya  saya  panggil-
               panggil tapi malah lari," ujarnya.

                       "Maaf,  Pak!  Saya  harus  menyelamatkan  teman  saya.  Dia  dalam  bahaya  kala  itu.  Tapi
               ternyata, Jingga memang tidak berguna," ujar Jingga dengab nada lirih.
                       "Yang  penting  sekarang  Mbaknya  sudah  bebas,  karena  kebetulan  waktu  itu  saya
               merekam kejadian di jalan raya itu," jelas bapak penjual.
                                                                                                           38
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43