Page 17 - Materi E book Kisah Tentara Pelajar Madiun
P. 17
malam, tharr..! tharr..! beberapa tembakan sengaja diarahkan ke markas dan pos-pos Belanda,
segera tentara Belanda membalas dengan tembakan beruntun membabi buta dengan senapan
otomatis, thorrthorrthorr…! thorrthorrthorr…! diarahkan ke semua arah. Tindakan gerilya
seperti itu dimaksud agar Belanda dan Negara-negara lain tahu bahwa Negara Republik
Indonesia dan Tentara masih tegak berdiri.
Pada masa perang gerilya pasukan dari kesatuan Pelajar banyak bermarkas di desa-
desa pinggir hutan salah satunya di Desa Sebayi dan TGP bermarkas di Desa Gemarang
pernah juga di Desa Brumbun saat ikut mengamankan pengungsian Bupati Ronggo
Kusnindar dan Walikota Sampoerna beserta seluruh pejabat Kabupaten dan Kota Madya
Madiun. Karena pemerintahan telah di ambil alih oleh Tentara Belanda.
“Pada suatu waktu, pasukan Eyang Yusuf singgah beberapa hari di sebuah desa,
seperti biasanya kami diterima dengan ramah oleh penduduk desa, kami setiap hari dijamu
makan seadanya, nasi thiwul lauk tempe atau tahu itu sudah sangat istimewa bagi masyarakat
pada saat itu. Suatu pagi saat kami baru bangun, tiba-tiba ada laporan dari penduduk yang
datang tergopoh-gopoh bahwa tentara Belanda sedang menuju ke desa ini, segera kami
berkemas pergi dari desa itu, namun rupanya ada mata-mata yang tahu tempat kami, oleh
tentara Belanda rumah kami di bakar tanpa sisa, hingga pemilik rumah beserta keluarganya
ikut mengungsi bersama rombongan para gerilyawan” Sambil berkaca-kaca Eyang Yusuf
bercerita, kemudian Eyang Yusuf menunjukan sebuah bekas goresan luka di lengan kiri
bawah sebagai tanda abadi seorang pejuang Bangsa. “ini saat Eyang bergerilya, tiba-tiba
“bluarrr” ada granat yang meledak tidak jauh dari posisi Eyang, tahu-tahu lengan kiri Eyang
tersambar pecahan granat.”
“Perlawanan Gerilya Pejuang Republik yang pantang menyerah dan terus menerus
rupanya membuat Belanda Bangkrut karena biaya perang membengkak dan belum
menampakkan ada hasilnya, hingga Pemerintah Belanda terpaksa menawarkan gencatan
senjata melalui meja perundingan, yaitu Perundingan Roem-Royen.” Eyang Yusuf
melanjutkan ceritanya.
“Bulan Juli 1949 serang menyerang sudah mulai tampak kendur, Tanggal 10
Agustus 1949 jam 12.00 malam ada perintah dari panglima besar Jendral Sudirman bahwa
tembak menembak harus dihentikan, dengan ketentuan di mana tentara Belanda berada,
maka wilayah tersebut dikuasai dan di mana tentara republik berada di situ, wilayah tersebut
dikuasai masing-masing. Dengan adanya perjanjian tersebut rupanya tentara Belanda merasa
telah menguasai kota, namun pagi hari tanggal 11 Agustus 1949 saat tentara Belanda keluar
CREATED BY WIDODO, S.PD 17