Page 85 - Toponim sulawesi.indd
P. 85

Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi  71

                       Dalam bahasa Tombulu tua, sebagaimana dikemukakan oleh Riedel

                 (1872: 506) , kata Manado dari kata ‘manaror” yang sama maknanya dengan
                           2
                 “maharror”, “maerur”, “maherur” artinya berkumpul, bersama, berunding.

                 Selanjutnya Waworuntu (1891: 94) bahwa Manado berasal dari bahasa
                 Tontemboan, dari kata “winaror”, “pawinaroran”, yang berarti lokasi atau
                 tempat pendaratan Spanyol. Menurut Parengkuan (1986: 3) lokasi ini, dalam

                 pengertian yang sama, yakni tempat berkumpul, lokasi berlabuhnya Spanyol,
                 disebut juga “pahawinaroran ni tasikela” yaitu lokasi “tumpahan wenang”

                 yakni di sekitar muara sungai wenang, muara sungai Manado, muara sungai
                 Tondano, atau “labuhan, labuan wenang” di pesisir  (pantai) Wenang.

                       Pada zaman Spanyol berkedudukan di daerah ini, lokasi yang menunjuk

                 pada Manado dinamakan dengan “Ilha do Manado”, “Manadu”, “la ysla de
                 Celebes”, “la isla Mateo”. (ilha, ysla, dan isla = pulau). Pada masa itu nama
                 Minahasa dan nama Sulawesi Utara belum ada apalagi digunakan. Semua itu

                 masih terbatas disebut seperti istilah di atas yakni Manado, baik untuk lokasi
                 (kota) Manado yang sekarang maupun sekitarnya. Dengan demikian istilah
                 atau nama Manado merupakan representatif yang dikenal mula-mula untuk

                 merujuk lokasi, untuk nama tempat awal ini (Passen, 2003: 56).

                       Ketika orang-orang Minahasa diharuskan membawa hasil-hasil bumi

                 untuk  diserahkan kepada Spanyol  yang menetap di  Wenang,  keadaan
                 ini  membuat  orang-orang Minahasa  merasa  tersiksa,  sehingga ucapan
                 Wenang berhubungan  dengan  kebencian  terhadap Spanyol.  Dalam

                 perkembangannya,  akibat kebencian orang Minahasa  terhadap Spanyol
                 mencapai  puncaknya pada  perang Minahasa  Spanyol  1644 (Tooy,  1984:
                 78-81). Bila ada yang menanyakan “mange an isako”? tidak lagi akan di

                 jawab “mange an wenang” tetapi “mange an mana-dou”, “kumae mana
                 undou” artinya “saya mau pergi jauh” atau “saya mau pergi ke kejauhan”
                 (Manoppo, 1983: 20).



                 2   Sebagaimana dikutip Manoppo, 1983. hlm. 19.
   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90