Page 92 - Toponim sulawesi.indd
P. 92
78 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
ditandai dengan adanya ekspor beras perdana tahun 1607 dan 1610 bersama
seorang Belanda yang bernama Metelief (Colombijn, dkk., 2015: 44).
Ketika Spanyol bertikai dengan Minahasa dan Minahasa melakukan
perlawanan yang dikenal dengan Perang Minahasa Spanyol tahun 1643-
44, maka Spanyol kemudian dengan terpaksa meninggalkan bentengnya
di Manado, namun Spanyol tidak langsung pergi, tetapi terus membayangi
kepentingan ekonominya di benteng Manado, yakni ke arah selatan
Minahasa, tepatnya di teluk Uwuran Amurang, Spanyol juga membangun
benteng di sana (Riedel, 1862: 50). Bagi Minahasa, ini adalah ancaman, dan
agar supaya orang Spanyol tidak lagi mengganggu daratan Minahasa dan
laut sekitarnya, Minahasa kemudian menjalin kerjasama kembali dengan
VOC-Belanda, dan Belanda kemudian diijinkan membangun kembali lodji
di tahun 1654. Perundingan-perundingan dilakukan baik dari pihak Belanda
dan Minahasa, dan barulah sepuluh tahun kemudian, tepatnya 10 Januari 1679,
persahabatan Minahasa Belanda diikat dengan suatu perjanjian (Molsbergen,
1928: 112; Heeres dan Stapel, 1934: 172-176; Supit, 1986: 94-102). Beberapakali
kontrak diperbaiki, sesudah tahun 1679, diperbaiki lagi dengan perjanijian 10
September 1699, kemudian kontrak 5 Agustus 1790.
Adanya perjanjian ini, maka lodji Manado yang tadinya terbuat
dari kayu yang dibangun oleh Jacob Hustarrt dan diberi nama Benteng
Nederlandsche Vastigheid, kemudian direnovasi tahun 1673 dengan
benteng batu-beton, dan oleh Francx dinamakan Benteng Niew Amsterdam.
Benteng ini selesai dibangun pada tahun 1703 oleh Hendri Duchiels. Pada
tahun 1855 benteng ini terbakar dan setelah diperbaiki sudah dilengkapi
dengan asrama prajurit, pos-pos penjagaan untuk melindungi lalulintas
pelayaran, serta jaminan keamanan bagi kapal-kapal pengangkut beras dari
Manado ke Ternate (Manoppo, 1983: 113; Graafland, 1991: 12).