Page 35 - Perjuangan Pondok Pesantren Lirboyo Dalam Peristiwa 10 November 1945
P. 35

Ilmu ini tidak hanya pada teknis pencak silatnya saja tetapi juga terdapat doa-doa yang mampu menambah

        kesaktian dan kemanjuran dari pencak silat itu sendiri. Yang tidak lain doa-doa tersebut masih doa dalam ajaran

        Islam, bukan doa yang untuk kemusrikan. Beberapa gemblengan dilakukan di Manukan Jabon Kediri secara
        langsung  digebleng  oleh  KH.  Mahrus  Aly  sendiri.  Pasukan  Hizbullah  ini  berasal  dari  gabungan  santri  dan

        masyarakat Kediri yang siap untuk melawan penjajahan. Kemampuannya juga disalurkan dan diajarkan kepada
        para santrinya hingga terdapat sebuah tradisi setiap tahunnya pada acara akhrusannah itu pasti akan diadakan

        pertunjukan pencak silat di Pondok Pesantren Lirboyo. Akhirusannah ini adalah acara wisuda untuk para santri
        yang telah lulus ujian. Berbagai kemampuan dalam pencak silat dilakukan pada pertunjukan tersebut mulai dari

        kemampuan memecahkan tumpukan batu bata, menangkap pisau dengan mulut, memecah kelapa dengan kepala,

        dan kemampuan pencak silat dengan berbagai gaya dan teknis. Pada suatu hari tentara Jepang mengadakan sebuah
        pertunjukan yang bernama gulat di seluruh gedung yang sekarang menjadi Markas Kodam V Brawijaya Kediri,

        disitu pentunjukan gulat dilangsungkan dan KH. Mahrus Aly diundang dan ditawari untuk ikut serta dalam acara
        tersebut tetapi KH. Mahrus Aly menolak dan menyanggupi kepada tentara Jepang bahwa akan mengundangnya

        di Pondok Pesantren Lirboyo untuk berada gulat.
               Akhirnya pada acara akhir tahunan atau akhrusannah tersebut tantara Jepang diundang dan menyaksikan

        berbagai pertunjukan yang dilakukan oleh para santri Pondok Pesantren Lirboyo. Tawaran untuk beradu tersebut

        ditolak oleh tantara Jepang dan KH. Mahrus Aly bersama santri-santrinya mendapatkan hadiah berupa permit
        (kebutuhan pokok berupa makanan) selama menjadi santri di Pondok Pesantren Lirboyo. Menjadi kebal dan kuat

        serta doa-doa itulah menjadi persiapan-persiapan yang dilakukan oleh KH. Mahrus Aly untuk menghadapi perang

        mempertahankan kemerdekaan di Surabaya. Selain itu para santri mendapat strategi bagaimana menggunakan
        tombak yang menjadi alat satu-satunya yang dimiliki oleh para santri dan juga masyarakat untuk menghadapi

        penjajah pada saat itu. Musuh berada di dataran rendah, selain itu. KH. Mahrus Aly mengatakan bahwa bambu
        runcing tersebut digunakan pada saat musuh berada di dataran rendah, selain itu juga dibantu dengan doa-doa

        (Dwiatmika, 2018: 46).
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40