Page 163 - Sastra Anak Sandi Budiana, M.Pd
P. 163

Lomba  cerdas  cermat  pun  diadakan.  Tentu  Vivian  yang
          memang  pintar  itu  menang.  Lawannya  sangat  kagum  dengan
          kecerdasan  Vivian.  Beberapa  orang    tetap  tidak  menerima
          kekalahan  bangsanya.  Namun  sekalipun  perlahan,  beberapa
          orang sudah luluh karena kemampuan Vivian. Beberapa orang
          juga  menyadari  bahwa  Vivian  merupakan  anak  perempuan
          yang  cantik  dan  cerdas.  Warga  yang  masih  Sang  Magus  untuk
          mengadakan lomba lainnya. Sang Magus menatap Vivian,



















                Bagaimana Vivian, apakah kamu masih mau berlomba?”
          “Baiklah,  ayo  lanjutkan  lomba.”  Jawab  Vivian  dengan  tekanan
          suara   dilembutkan.   Ini   adalah   lomba   terakhir.   Lomba
          tradisional  di  tempat  ini.  Lomba  bertahan  di  bawah  cahaya
          matahari. Perlombaan pun dimulai. Pada menit satu, dua, tiga,
          empat,  lima,  sampai  menit  ke  sepuluh  keduanya  tampak  baik-
          baik  saja.  Namun  memasuki  menit  ke-20  lawan  Vivian  pingsan.
          Cahaya matahari yang panas membakar kulitnya.
                Vivian  berlari  ke  arah  lawannya  dan  membantunya  ke
          tempat  teduh.  Orang-orang  bingung  dengan  apa  yang  harus
          dilakukan,  tetapi  Vivian  langsung  mengobati  kulit  lawan  yang
          terbakar.  Vivian  sangat  sibuk  mengobati  lawannya  sampai
          tanpa  sadar  seluruh  warga  di  sana  mulai  mengaguminya.
          Beberapa  saat  kemudian  lawannya  terbangun.  Vivian  yang
          sedang mengobatinya langsung memeluknya.
          “Syukurlah kamu baik-baik saja.” Ucap Vivian.              152
   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167   168