Page 159 - Sastra Anak Sandi Budiana, M.Pd
P. 159
Malam hari yang tidak bisa
diduga, cahaya bulan menerangi
pantai. Kilatan cahaya tampak
pada ombak yang mencapai
dataran pasir. Vivian dengan
rambut khasnya yang keriting
dan dikepang berjalan menyusuri
tepian pantai. Matanya terarah
ke lautan lepas.
“Suasana yang begitu tenang” ucapnya pada dirinya
sendiri. Belum puas menikmati pemandangan indah lautan di
malam hari, tiba-tiba Vivian terkejut. Ada cahaya berbentuk
pintu hanya berjarak satu meter di hadapannya. Cahaya
berwarna biru itu seolah-olah dibentuk dengan menggunakan
penggaris. Kedua sisi yang berdiri begitu tegak. Sementara dua
garis yang berada di bawah dan di atasnya tampak lebih
pendek dengan posisi melintang lurus.
Belum habis rasa kaget Vivian,
riak air laut yang tadinya tenang
berubah menjadi ombak ganas.
belum habis rasa kaget Vivian, riak
air laut yang tadinya tenang
berubah menjadi ombak ganas.
Suara bergemuruh menakutkan
menyertai setiap gulungan ombak.
Begitu derasnya aliran ombak itu sehingga tubuh Vivian
terseret ke tengah lautan. Vivian berusaha menyelamatkan diri
dengan menancapkan tangannya pada dataran pasir. Namun,
tangannya yang mungil tidak sebanding dengan tenaga arus
laut yang begitu deras. Vivian menyerah dan pingsan.
Tubuhnya tertelan lautan melalui cahaya biru berbentuk pintu.
148