Page 39 - PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
P. 39

39


                       Baginya imperialisme tidak lain daripada “suatu nafsu, suatu sistem menguasai atau
                       mempengaruhi ekonomi bangsa lain atau negeri, suatu sistem merajai atau mengendalikan

                       ekonomi atau negeri bangsa lain. Ia tidak usah dijalankan dengan pedang atau bedil atau

                       meriam atau kapak perang, tak usah berupa “perluasan negeri daerah dengan kekerasan
                       senjata” sebagaimana yang diartikan oleh van Kol, tetapi ia bisa juga berjalan hanya

                       dengan “putar lidah” atau cara “halus-halusan” saja, bisa juga dengan berjalan dengan cara

                       “penetration pacifique”.



                 mengupas kapitalisme dan imperialisme yang sekian lama  dengan petani yang  tinggal dekat  kota  bandung itu.  ia
                 telah menghantui kehidupan rakyat di kepulauan indonesia.   melihat petani itu sedang menggarap sawahnya. Petani ini
                    untuk  memperkuat  argumennya,  sukarno  mengutip  bukanlah  seorang  proletariat.  ia tidak menjual  tenaganya
                 pendapat para ilmuwan dan filsuf terkemuka. Bagi mereka,  kepada  orang lain.  ia  tidak  pula  ikut dalam  pemilikan
                 katanya, imperialisme  adalah  politik luar  negeri  yang  produksi. ia seorang miskin yang banyak menderita. ia tidak
                 tidak  bisa dielakkan  dari  negara-negara  yang mempunyai  mempunyai penghasilan yang memadai untuk hidup, padahal
                 “kapitalisme  keliwat  matang”,  yaitu kapitalisme  yang  ia mempunyai sawah milik sendiri, bahkan bajak pun miliknya
                 diwujudkan  dalam  pemusatan  perusahaan  dan bank  yang  sendiri. Hasil yang didapatnya untuk kebutuhan sendiri pula.
                 mempunyai cabang-cabang sampai sejauh-jauhnya.      maka sukarno pun menggunakan  kata “marhaen”  sebagai
                    sukarno tidak hanya menyandarkan diri pada pandangan  identifikasi sosiologis wong cilik.
                 kelompok marxis dan sosialis eropa saja. ia juga mengutip   Dalam kesimpulannya sukarno mengatakan bahwa yang
                 laporan  Gubernur  Jenderal  Hindia  belanda, membahas  terjadi  di  indonesia bukanlah  pertentangan kaum  proletar
                 gerakan  mahatma  Gandhi,  dan  juga  menyalin pandangan  dengan kapitalis, tetapi marhaen dengan kapitalis. Karena
                 pejuang  islam  indonesia seperti Haji  agus  salim.  Cara ini  itulah  kaum  marhaen  harus berada  di  garis  depan.  Ketika
                 di  samping melakukan  expose dari  ketidakadilan  yang  kereta  kemenangan telah  melintasi  jembatan  emas,  yaitu
                 dialami  rakyat pribumi,  sukarno juga memberikan  dasar  kemerdekaan  bangsa, maka  kendalinya haruslah berada
                 pemikiran nasionalismenya yang diwarnai sintesis pemikiran  di tangan  kaum  marhaen. Hanya  dengan beginilah arah
                 nasionalisme, islamisme, dan marxisme.              perjalanan bangsa tidak membelok ke jalan kapitalisme dan
                    “indonesia  menggugat”  dengan jelas memperlihatkan  borjuisme indonesia.
                 keresahan  rakyat berada  di  bawah  himpitan  eksploitasi   “indonesia  menggugat”  atau  “Indonesië  Klaagt Aan!”
                 kapitalisme  agraria  penguasa  kolonial. Dalam  pidato  adalah karya klasik kedua  yang dihasilkan sukarno. Dalam
                 pembelaannya  inilah  sukarno  memperkenalkan  istilah  pidato pembelaan inilah ia memperkenalkan “trilogi sejarah”
                 “marhaen”,  sebuah kata yang  diambil  dari nama seorang  yang  diwarnai romantisme perjuangan.  ia membayangkan
                 petani yang hanya mempunyai sebidang lahan yang sempit.  masa  lalu  yang gilang-gemilang,  masa  kini yang gelap
                 marhaen contoh seorang petani yang  menderita  karena  gulita,  dan masa depan  yang  penuh harapan.  masa depan
                 tekanan kolonialisme. Kebetulan  sukarno sempat kenal  ialah ketika kemerdekaan bangsa sebagai “jembatan emas”



                 SUKARNO:1945–196 7



     Presiden Republik Indonesia FINAL REVISI 20082014 CETAK.indd   39                                                  8/21/14   1:12 PM
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44