Page 93 - Papua dalam arus sejarah bangsa
P. 93

di waktu itu pula “Janji kemerdekaan”   seketika Proklamasi Kemerdekaan   Jadi peliharalah rasa kekaguman   pemerintah negara-bangsa yang telah
 telah kehilangan kredibilitasnya.   Indonesia telah dikumandangkan, di   ketika membaca lembaran-lembaran   menjadikan Yogyakarta, sebagai ibu
 waktu itu pulalah semua keputusan   kisah sejarah “perang kemerdekaan”   kota sementara. Bukankah Jakarta—
 Betapa pun tentara pendudukan Jepang   yang telah dihasilkan oleh para   yang menguraikan betapa para   “kota Proklamasi”—telah diduduki
 bukan saja secara militer masih teramat   pemenang—sang penguasa kolonial   pemuda terjun ke medan perang tanpa   tentara Sekutu, sang pemenang
 kuat, tetapi kekuatan militer ini pun   lama—diperlakukan sebagai hal   senjata yang lengkap tetapi dengan   Perang Dunia II, dan kemudian
 telah diharuskan untuk menanggung   yang irrelevant, betapa pun sikap ini   begitu saja menerjunkan diri ke dalam   pendudukannya dilanjutkan oleh
 beban yang ditimpakan oleh sang   berarti penentangan yang frontal   kancah perjuangan kemerdekaan.   militer Belanda?Tetapi akhirnya—di
 pemenang—negara-negara Sekutu.   terhadap kekuatan sang pemenang   Tekanlah pula rasa keprihatinan   saat pergumulan bangsa dalam usaha
 Militer Jepang harus menjaga status   itu. Kesemua keputusan yang dibuat   nasionalisme, seketika mengetahui   mempertahankan kemerdekaan masih
 quo politik. Negeri yang secara formal   sang pemenang—mantan penguasa   betapa pernah juga Negara Republik   berkecamuk—dunia internasional
 “Hindia Belanda” ini harus dikembalikan   kolonial—kini telah dilihat sebagai   Indonesia terpecah-pecah atas sekian   tidak bisa lagi berdiam diri. Dunia
 pada situasi ketika Perang Pasifik belum   pengingkaran terhadap kepantasan   banyak apa yang disebut “negara   yang telah jenuh dengan Perang
 meletus dan Dai Nippon belum pula   etnis dari peradaban modern. Bukankah   bagian”. Entah karena hasutan kaum   Dunia II dan Perang Pasifik serta
 melancarkan Dai Toa Senso “perang   kehadiran kolonialisme tidak lain   penjajah, entah karena paksaan   masyarakat internasional yang telah
 Asia Timur Raya”. Jadi tugas utama dari   daripada ketiadaan kesadaran atas   militer sang aggressor—sang penjajah   pula semakin menyadari ketangguhan
 militer Jepang yang telah kalah perang   keberlakuan hasrat kemanusiaan yang   sebelum perang—atau mungkin juga   anak bangsa dan gerilyawan dalam
 itu ialah menjamin kembalinya wilayah   karena hasrat politik tokoh lokal,   mempertahankan tanah air, akhirnya
 yang dulu disebut “Hindia Belanda” ke   hakiki? Begitulah, seketika rentetan   tetapi yang jelas ialah betapa sekian   menampilkan diri juga. Begitulah
 tangan sang penguasa lama—siapa lagi   kejadian yang teramat dramatis ini   banyak apa yang disebut “negara   atas desakan dunia internasional, di
 kalau bukan pemerintah kolonial Hindia   telah terjadi, maka yang tinggal   federal” memunculkan dirinya. Daerah   samping ketangguhan pertahanan
 Belanda. Bukankah pemerintah kolonial   hanyalah kesiapsiagaan dan kesediaan   melepaskan diri dari hubungan   anak bangsa dalam mempertahankan
 Hindia Belanda, sebagaimana halnya   berkorban untuk mewujudkan   langsung dengan pemerintah Republik   kemerdekaan, maka jalan perundingan
 dengan Kerajaan Belanda, adalah   keputusan nasional—bangsa Indonesia   Indonesia yang berpusat di Yogyakarta   untuk menuju penyelesaian konflik
 bagian dari blok militer yang telah   harus mengayunkan kaki untuk   dan menyebut diri sebagai “negara   antar-bangsa ini ditempuh juga. Di
 tampil sebagai “sang pemenang”?Tetapi   melangkah memasuki “pintu gerbang   bagian” dari sebuah Republik yang   saat kemenangan mungkin terasa telah
 Proklamasi Kemerdekaan tidak bisa   kemerdekaan”. Selanjutnya biarlah   kehadirannya masih dipertengkarkan.   berada dalam genggaman—ibukota
 berarti lain selain daripada peniadaan   kenangan dan cacatan sejarah yang   Begitulah ketika saat yang paling   Republik Indonesia telah diduduki,
 arti dari segala rencana yang telah   berkisah tentang betapa semboyan   kritis sedang dihadapi negara-  para pemimpin utamanya telah pula
 dibuat oleh sang pemenang dari   “ merdeka atau mati” dan “sekali   bangsa, Republik Indonesia, hanya   berada dalam tawanan—akhirnya
 perang yang pernah dinamakan   merdeka tetap merdeka ” akhirnya   tinggal tiga-empat wilayah yang   pemerintah Belanda harus mendengar
 penguasa Dai Nippon sebagai “perang   membawa bangsa berada dalam   tetap teguh menyatakan diri sebagai   desakan dunia internasional.
 Asia Timur Raya” itu. Maka begitulah,   sebuah negara yang merdeka.   bagian yang tidak terpisahkan dari   Bukankah di balik kemenangan



                                                                                         77
 76  P PAPUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSAAPUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA  P PAPUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSAAPUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA  77
 76
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98