Page 11 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 11
ESAWAT berbadan besar yang kutumpangi melaju cepat
meninggalkan London. Penerbangan ini nonstop menuju
Singapura.
Gadis dengan rambut dikucir dan seperangkat touchscreen di
tangan, berisi corat-coret daftar pertanyaan, tersenyum gugup di
kursi berlapis kulit asli di sebelahku. Aku sedang tidak berselera
untuk tersenyum, cukup menyeringai, menatapnya datar.
”Silakan,” kataku.
”Maaf, wawancara ini sudah berkali-kali ditunda. Kami sudah
berusaha menyesuaikan jadwal. Tapi begitulah, tidak mudah
mengejar kesibukan Anda.” Dia sedikit percaya diri tampaknya.
Senyumnya lebih baik.
Aku mengangguk. Aku tahu, tidak perlu dijelaskan. Janji
pertama bertemu di Jakarta kemarin pagi batal karena aku sudah
berangkat menghadiri konferensi. Editor senior majalah minggu-
an itu spesial meneleponku, minta maaf, bilang wawancara ini
9
Isi-Negeri Bedebah.indd 9 7/5/2012 9:51:06 AM