Page 13 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 13
wan terbaik” di sebelahku itu. Aku bergumam, semoga isi kepala-
nya secantik penampilannya. Gadis itu lebih cocok menjadi
pembawa acara di layar televisi dibandingkan kuli tinta, bergenit
ria dengan dandanan dan kalimat, padahal kosong. Apa tadi
kualifikasinya? Lulusan terbaik sekolah bisnis? Ada ribuan orang
yang memiliki predikat itu—aku bahkan punya dua.
”Sejak kapan kau menjadi wartawan?”
Senyum riang gadis itu terlipat, meski ekspresi wajah terbaik-
nya tetap menggantung.
”Saya?”
”Ya, sejak kapan kau menjadi wartawan?”
”Dua tahun,” dia menjawab ragu-ragu.
”Berapa usiamu sekarang?”
”Usia? Eh, dua puluh lima.”
”Ada berapa wartawan di kantormu?”
”Eh?”
”Ya, anggap saja aku yang sedang mewawancaraimu.” Aku
menatapnya tipis, mengabaikan pramugari yang penuh sopan
santun berlalu-lalang menawarkan kaviar serta anggur terbaik.
”Hampir tiga puluh.”
”Menarik.” Aku menjentikkan telunjuk. ”Dari tiga puluh
wartawan di kantor review ekonomi mingguan yang mengklaim
terbesar di Asia Tenggara, pemimpin redaksi kalian ternyata me-
mutuskan mengirimkan juniornya yang berusia dua puluh lima
dan baru bekerja dua tahun, melakukan wawancara yang katanya
paling penting, topik paling aktual, yang judulnya akan diletak-
kan di halaman depan edisi breaking news. Amat menarik, bu-
kan?”
Wajah gadis itu memerah. Sepertinya aku berhasil me-
11
Isi-Negeri Bedebah.indd 11 7/5/2012 9:51:06 AM