Page 17 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 17
batasnya. Ketika nilai surat berharga semakin lama semakin
menggelembung, harga selembar kertas bisa setara berkilo-kilo
emas, padahal sejatinya dia tetap selembar kertas.”
Boom! Aku mengetuk mikrofon dengan jari—membuat
hadirin sedikit tersentak kaget. ”Semua meledak, ekonomi dunia
remuk, krisis ekonomi global pecah, dalam sekejap menjalar ke
mana-mana. Bursa New York tumbang, memangkas kapitalisasi
dunia miliaran dolar, disusul London, Frankfurt, Amsterdam,
Paris. Dan hanya butuh sedetik berita mengerikan itu tiba di
Bangkok, Singapura, Jakarta, Dubai, Sao Paolo, Sidney, bahkan
pustaka-indo.blogspot.com
Johannesburg. Semua orang panik, kontrak future harga minyak
dan komoditas turun, perdagangan dunia terkulai, perekonomian
melambat, banyak negara menyatakan resesi. Bahkan ada yang
bergegas menyatakan bangkrut, meminta pertolongan.
”Hari ini kita sibuk berdiskusi sana-sini, menganalisis,
berandai-andai: andai itu tidak dilakukan, andai ada regulasi
yang mengatur; tetapi lebih banyak yang berandai-andai: andai
lebih dulu menjual lantas memasang transaksi short-selling, andai
uang tunai di tangan siap sedia, andai dalam posisi transaksi
sebaliknya. Itu akan jadi berkah tidak terkira, berpesta pora di
tengah kerugian massal.”
”Tuan, maaf saya menyela.” Seorang peserta konferensi ber-
kata tidak sabaran, dengan bahasa Inggris sengau khas Asia
Timur, membuat seisi ruangan menoleh padanya.
”Sesi tanya-jawab tersedia di lima belas menit terakhir.” Ber-
gegas moderator, salah seorang profesor sekolah bisnis ternama,
mengingatkan.
”Tidak mengapa. Silakan.” Aku tidak keberatan, meng-
angguk.
15
Isi-Negeri Bedebah.indd 15 7/5/2012 9:51:06 AM