Page 18 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 18
”Eh?” Moderator itu menatapku.
”Terima kasih.” Peserta itu berdeham, dasinya miring, rambut-
nya tidak rapi, pasti sedang pusing dengan banyak hal. ”Saya
pikir, kami tidak akan menghabiskan waktu untuk mendengar
lagi cerita seperti sesi akademis dan birokrat sehari penuh se-
belumnya. Jauh-jauh kami datang hanya untuk mendengar teori-
teori. Kami lelah. Kami butuh keputusan cepat dan tepat. Tuan,
Anda dipuji banyak media sebagai salah satu penasihat keuangan
terbaik. Begini sajalah, sejak krisis ini terjadi, frankly speaking,
perusahaan kami sudah limbung kiri-kanan, melaporkan ke-
rugian yang menghabiskan saldo laba dua puluh tahun, posisi
kas negatif, dan klaim pembayaran nasabah hanya menunggu
waktu. Apa yang harus kami lakukan? Atau tepatnya, apa yang
eksekutif puncak perusahaan bernasib sama seperti kami harus
lakukan? Menunggu vonis kematian?”
Gumaman setuju terdengar dari banyak meja.
Aku tertawa kecil, menyikut moderator di sebelah. ”Nah,
akhirnya bisa dimengerti kenapa aku dibayar mahal sekali untuk
menjadi pembicara dalam konferensi ini. Kalian ternyata
meminta nasihat keuangan secara gratis. John, jangan lupa kau
bantu kirimkan tagihan ke seluruh peserta.”
Peserta konferensi antarbangsa tertawa.
Aku mengusap wajah, menunggu ruangan kembali hening,
lantas berkata perlahan, ”Kunci solusinya hanya tiga kata: reka-
yasa, rekayasa, dan rekayasa. Itu saja. Sejak zaman Firaun, sejak
zaman Xerxes dari Persia, hanya itu solusi menghadapi krisis
ekonomi besar. Termasuk bagaimana menyelamatkan uang kalian
yang telanjur terbenam di perusahaan terancam bangkrut.”
16
Isi-Negeri Bedebah.indd 16 7/5/2012 9:51:07 AM