Page 538 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 538

Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


                menjadi  pemimpin  Sarekat  Ambon  segera  ditunjuk  sebagai  bunkencho
                yaitu  menjadi  kepala  subregency  pulau  Ambon.  Pupella  yang  adalah
                seorang  guru  yang  tidak  mempunyai  pengalaman  di  bidang
                administrasi, harus mempelajari politik Belanda untuk dapat memahami
                jalannya  pemerintahan  di  Ambon.  Pupella  adalah  seorang  nasionalis
                Kristen  yang mampu membangun  hubungan  baik  dengan masyarakat
                Islam  Ambon.  Pupella  dibantu  anggota  Sarekat  Ambon  lainnya,  yaitu
                Hamid  bin  Hamid  yang  mengurusi  bidang  ekonomi,  Ot  Pattimaipau
                yang  menjadi  editor  surat  kabar  dukungan  Jepang,  Dr.  Tahitu,  Jan
                                                                          10
                Toule, Tjokro, Willem Reawaru, J. Rehatta dan J.H. Manuhutu .
                        Selama  masa  pendudukan  Jepang  di  Ambon,  Pupella  dan
                kelompoknya  sulit  menerapkan  pemikiran-pemikiran  mereka  untuk
                melakukan  perubahan. Pemerintahan  Jepang  lebih  bersifat militer  dan
                pada  masa  itu  aparat  pemerintahan  sipil  yaitu  Minseibu  Chokan
                (setingkat  Kepala  Daerah),  tidak  mempunyai  pengaruh  dan  hanya
                tunduk  kepada  militer,  sehingga  dapat  dikatakan  tidak  memiliki
                wewenang  sebagai  pemerintahan  sipil.  Walaupun  terdapat  upaya
                pemerintah  Jepang  untuk  membatasi  pergerakan  kemerdekaan
                Indonesia,  Pupella  pernah  mengibarkan  bendera  merah  putih  selama
                sebulan sesudah kehadiran Jepang di Ambon, sementara Ot Pattimaipau
                sebagai  editor  pada  surat  kabar  berbahasa  Jepang  Indonesia  Sinar
                Matahari  memanfaatkan surat kabar ini untuk memperlihatkan kondisi
                masyarakatnya.  Melalui  surat  kabar  inilah  masyarakat  Maluku
                memperoleh  informasi  dalam  bahasa  Indonesia,  sementara  Bahasa
                                                                   11
                Belanda dilarang utnuk digunakan dalam komunikasi.
                        Selama  masa  pendudukan  Jepang  ini,  kondisi  semakin
                diperparah  dengan  sistim  yang  mengubah  struktur  masyarakat  yang
                sebelumnya  dibina  oleh  Belanda.  Semua  orang  kulit  putih(Eropa)
                ditangkap  dan  ditawan,  sementara  pemerintah  Jepang  menerapkan
                strategi dengan cara menggunakan orang Maluku yang pernah bekerja
                semasa pemerintah Belanda.  Masyarakat sangat takut terhadap aparat
                keamanan,  dinas  rahasia  dan    mata-mata  Jepang.  Organisasi  sosial
                dapat  berfungsi  apabila  mendapat  ijin  dari  pemerintah  Jepang.
                Akibatnya, pelbagai kegiatan yang mendukung kemerdekaan  sebelum
                kedatangan  Jepang  tidak  dapat  dilaksanakan.  Semua  upaya  yang
                dilakukan  adalah  untuk  membantu  Jepang  memenangkan  perang
                melawan sekutu.
                                 12




                526
   533   534   535   536   537   538   539   540   541   542   543