Page 105 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 105
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
kemauan. Tentang bahasa, Yamin mengemukakan bahwa bahasa
Melayu dalam Kongres Pemuda itu telah menjelma menjadi bahasa
Indonesia. Dikatakan selanjutnya, bahwa Bahasa Indonesia memberi
pengaruh pada persatuan bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak suku
bangsa yang menggunakan ratusan bahasa daaerah. Atas saran
Mohammad Yamin itu pula, pada akhirnya Kongres Pemuda Indonesia
ke-II diputuskan dan ditetapkan bahwa bahasa Melayu menjadi Bahasa
47
Indonesia .
Selain itu, pada Kongres Pemuda Indonesia II ini, Mohammad
Yamin adalah sosok yang memainkan peranan besar. Ia sudah bekerja
dari masa persiapan sebelum rapat-rapat dimulai, bahkan dua tahun
sebelum kongres ini berlangsung sebagai perancang maupun pemikir.
Disamping memberi pidato yang menjadi inti dari Kongres Pemuda II,
ia melaksanakan keputusan-keputusan akibat-akibat dari kongres.
Mohammad Yamin juga menjadi penerjemah pidato-pidato yang ditulis
dalam bahasa Belanda.
Pada hari berikutnya, pidato-pidato yang disampaikan membahas
masalah pendidikan dan perempuan dengan para pembicara yakni
Djokosarwono, R.M. Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara),
Sarmidi Mangoen Sarkoro, dan Nono Poernomowoelan. Di samping
itu, pidato juga dilakukan dari tokoh organisasi Pandu, yakni Ramelan,
Ketua Sarekat Islam Afdeling Pandu (S.I.A.P) yang merupakan
organisasi Pandu milik PSI dan Mr. Sunario, Ketua Gerakan Pandu
Indonesia. Dalam pidatonya, Mr Sunario menjelaskan pentingnya
nasionalisme Indonesia dan demokrasi, di samping perlunya gerakan
kepanduan, sedangkan Ramelan mengemukakan gerakan kepanduan
tidak bisa dipisahkan dengan pergerakan nasional. Menurutnya, gerakan
kepanduan sejak dini telah mendidik anak-anak muda untuk menjadi
48
disiplin dan mandiri, suatu hal yang dibutuhkan dalam perjuangan .
Selama rapat-rapat PPPI, Muhammad Yamin selalu menentang
ide fusi dari perkumpulan pemuda yang ada, tetapi ia memilih untuk
mengadakan federasi dari perkumpulan-perkumpulan yang ada. Hal ini
disebabkan sebagai ketua Pemuda Sumatera, ia ingin agar
perkumpulannya dapat lebih bebas untuk bergerak. Namun ketika
kerapatan pemuda dilangsungkan yaitu ketika Mr. Soenario berpidato,
pikiran federasi Yamin berubah dan bahkan sebagai sekretaris, ia
memberikan resolusi dari kerapatan pemuda yang sangat menjunjung
tinggi persatuan dari perkumpulan pemuda yang ada. Dalam rapat
ketiga pada Minggu malam 28 Oktober 1928, yang dipimpin oleh ketua
Sugondo, Muhammad Yamin yang duduk disebelahnya menyodorkan
secarik kertas kepada Sugondo, yang berisi sebuah rumusan fusi dari
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 97