Page 21 - Ebook_Toponim Jogja-
P. 21
Toponim Kota Yogyakarta 3
Pembentukan Kota Yogyakarta diawali dengan pembangunan fisik Kota Yogyakarta
yang dimulai dari pembangunan keraton (kerajaan Mataram Islam) di Desa Pacetokan
yang terletak diantara Sungai Winongo di sebelah barat dan Sungai Code di sebelah
timur. Dalam perkembangannya tahun 1765 mulai bermunculan pemukiman di dalam
benteng dan sekelilingnya. Pada tahun 1790 nampak perkembangan Kota Yogyakarta
mengarah ke utara yang ditandai dengan berdirinya pemukiman di wilayah itu. Oleh
karena itu, pembentukan Kota Yogyakarta dimulai dengan adanya pemukiman di dalam
benteng dan di luar benteng. Dalam sejarah perkembangannya dapat diketahui bahwa
pada tahun 1824 perkembangan Kota Yogyakarta berjalan dari arah Selatan ke Utara di
antara dua aliran Sungai Winongo dan Sungai Code.
Perkembangan kota mulai tampak meluas dengan berdirinya Pura Pakualaman
disebelah timur Sungai Code. Perkembangan Kota Yogyakarta sampai tahun 1813
H. tata kota menyerupai tata kota Islam (tradisional) pada umumnya. Unsur-unsur
tata ruang kota di Yogyakarta mengikuti susunan tata ruang, kota Islam (tradisional),
yaitu: keraton dan alun-alun sebagai pusat (mandala), masjid di sebelah barat alun-
alun, pasar di sebelah utara alun-alun, istana sultan sendiri berada di selatan alun-alun
dengan bangunan pemerintah mengelilingi alun-alun, dan pemukiman yang tersebar
mengelilingi keraton. Dengan demikian, perkembangan Kota Yogyakarta diawali
dengan pembangunan kompleks keraton sebagai prioritas utama, kemudian dilakukan
pembangunan terhadap unsur-unsur kota yang lain seperti benteng keliling keraton,
kompleks Taman Sari, Masjid Agung, pasar, tugu serta batas-batas kota. Berdasarkan
jenis dan fungsinya di dalam komplek keraton dapat dikelompokkan menjadi bangunan
hunian, bangunan pertahanan-keamanan, jaringan transportasi, dan bangunan umum.
Bersamaan waktunya selama pembangunan keratin Kesultanan Yogyakarta juga terjadi
peristiwa yang mengarah pada disintegrasi di Kerajaan Mataram. Disintegrasi yang
berawal dari perselisihan antara Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta
juga menyebabkan pembagian wilayah kerajaan terpencar secara tidak beraturan. Ada
wilayah Surakarta yang terletak di timur Surakarta (Nur Aini Setiawati, 2011, hlm. 4).
Disintegrasi itu menyebabkan Kasultanan Yogyakarta tidak terkendali yang berimbas
pada ketidakkuasaan menolak berdirinya Kadipaten Pakualaman pada 17 Maret 1833
atas keputusan pemerintah Inggris. Oleh karena itu, Pangeran Noto Kusumo, putera