Page 144 - Ebook_Atlas Gubernur-
P. 144
rapat gabungan antara Dewan Raja-Raja dan bagian dari kewenangannya demi ketertiban
KNI yang seluruh agendanya sudah ditentukan umum.
penguasa Jepang bersama para raja. Salah satu
putusan utama rapat itu adalah menghidupkan Di tengah situasi itu Gubernur Pudja mendapat
kembali lembaga kuasi-legislatif yang dibentuk laporan bahwa pasukan KNIL mulai bergerak.
pemerintah kolonial Belanda pada 1938 yakni Mereka menurunkan bendera Merah Putih di
Paruman Agung. Gubernur Pudja dan Manuaba mana-mana dan menangkap salah satu anggota
didesak untuk mengakui keberadaan Paruman organisasi pemuda, Ketut Subrata, di Denpasar.
Agung sebagai pemegang otoritas negara di Bali. Pada 11 Maret 1946 saat Gubernur Pudja sedang
mengadakan rapat dengan Ketua KNI Manuaba
Gubernur Pudja dan Manuaba menghadapi dan kepala-kepala jawatan pemerintah di
persoalan yang pelik. Mereka harus kediaman resminya, pasukan KNIL mengepung
mempertahankan Republik, tetapi juga menyadari rumah tersebut dan menangkap Gubernur Pudja,
kelemahan pemerintahan mereka karena tidak Manuaba, dan seluruh kepala jawatan pemerintah
memiliki kendali penuh atas kekuatan polisi yang hadir. Alasan yang dikemukakan komandan
dan militer serta organisasi-organisasi pemuda pasukan adalah bahwa kondisi keamanan di Sunda
yang anggotanya jauh melampaui pasukan TKR. Kecil memburuk dan pemerintahan Pudja tidak
Dukungan dari pemerintah pusat juga tidak mampu mengatasi keadaan. Penguasa Belanda
memadai karena pemerintah pusat menghadapi tampaknya menduga bahwa dengan menangkap
masalah yang tidak kalah sulitnya. Mereka Gubernur Pudja dan Ketua KNI Manuaba beserta
terpaksa harus mengakui bahwa bagaimanapun seluruh stafnya perlawanan terhadap upaya
raja-raja masih memiliki kekuasaan lebih besar pemulihan kekuasaan Belanda di Bali akan
di swapraja masing-masing. Pada 9 Februari1946 menjadi lebih lancar. Dugaan itu salah besar
KNI mengeluarkan maklumat yang menyatakan karena rakyat Bali tetap melanjalankan perlawanan
penyerahan hak dan kekuasaan yang dipegang dan tidak bersedia menyerah.
Republik Indonesia kepada Paruman Agung dengan
syarat apa pun yang diperbuat badan tersebut Setelah kegagalan penyerbuan tangsi Jepang pada
tidak boleh menyimpang dari konstitusi Republik Desember 1945, I Gusti Ngurah Rai, memimpin
Indonesia. delegasi TKR ke Jawa untuk melaporkan situasi di
Bali dan meminta bantuan dari pemerintah pusat.
Pada 2 Maret 1946 pasukan KNIL di bawah Lawatan selama tiga bulan itu (Januari–April
komando Letnan Kolonel F.H. ter Meulen bersama 1946) membuahkan hasil yang berarti: pemerintah
aparat pemerintahan sipil, yakni Allied Military bersedia memberikan bantuan persenjataan,
Authority, Civil Affairs Branch (AMACAB) mendarat personel, dan keperluan lainnya untuk
di Pantai Sanur.Empat hari kemudian Perwira memperjuangkan kemerdekaan RI. Letnan Kolonel
Komando AMACAB, J. A. van Beuge, dan stafnya I Gusti Ngurah Rai dilantik menjadi Komandan
mengadakan pertemuan dengan Gubernur Pudja Resimen Tentara Republik Indonesia (TRI) Resimen
dan seluruh jajaran pemerintahannya di Singaraja. Sunda Kecil oleh staf Panglima Besar Sudirman
Mereka menyatakan bahwa tugas mereka di Bali di Jawa. Perang gerilya pun dimulai dan para
adalah membebaskan tawanan Jepang, melucuti raja harus berhadap-hadapan dengan pemuda.
prajurit Jepang, dan memulangkan mereka Sementara itu, Gubernur Pudja masih tetap
ke negerinya. Mereka berharap pemerintah ditahan.Dia ditempatkan dalam sel terpisah dari
Pudja akan membantu tugas-tugas itu dan tahanan politik lainnya di penjara Denpasar
Gubernur segera menyanggupinya. Yang aneh di daerah Pekambingan. Selama di penjara, ia
dari pertemuan ini adalah pernyataan bahwa terus berusaha mengikuti perkembangan situasi
AMACAB akan memakai Undang-Undang Militer politik di luar dengan secara sembunyi-sembunyi
yang memberlakukan jam malam dan melarang bertanya kepada tahanan lain yang baru masuk.
penggunaan semboyan yang mengganggu bangsa Pihak Belanda seringkali mengintimidasi dan
lain. Hal itu berarti pembatasan terhadap kegiatan membujuk Pudja agarmendukung pemerintah
perlawanan dari kelompok-kelompok pemuda NIT dengan janji akan dibebaskan, tetapi ia
pro-Republik. Gubernur Pudja keberatan dengan selalu menolak. Di luar Bali kampanye untuk
pemberlakuan UU itu karena ia menganggap tidak membebaskan Pudja cukup gencar dilakukan,
ada masalah keamanan di Bali, tetapi Beuge bahkan oleh pejabat-pejabat NIT yang nasionalis
bersikukuh UU itu akan dilaksanakan sebagai dan pro-Republik.
130 ATLAS SEJARAH INDONESIA: GUBERNUR PERTAMA DI INDONESIA