Page 61 - Ebook_Atlas Gubernur-
P. 61
3. Kehidupan Setelah Gubernur
Hingga masa pengakuan kedaulatan, Soetardjo tangan Presiden Sukarno, pada 1953 Soetardjo
Kartohadikoesoemo berkedudukan sebagai kembali memperoleh tempat dalam pemerintahan.
penasihat presiden. Di Yogyakarta ia menjabat
sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung Mewakili Partai Indonesia Raya (Parindra),
yang diperankan dengan baik. Ia memprakarsai Soetardjo menjalankan peran baru sebagai
penolakan penggabungan Palang Merah Indonesia anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara
dengan Palang Merah Belanda; meningkatkan (DPRS). Selain itu, Soetardjo ikut mengusahakan
kewaspadaan dalam menghadapai agresi militer perbaikan gaji pegawai negeri dan pensiunan.Ia
Belanda dan pemberontakan Musso di Madiun; dan duduk dalam Panitia Gaji Pegawai Negeri sebagai
menegakkan kewibawaan pemerintah pada waktu ketua (1951—1955). Kariernya berlanjut sebagai
ibu kota RI di Yogyakarta diduduki Belanda masa Komisaris Negara Urusan Otonomi Daerah pada
agresi militer kedua. Sukarno acap kali menyebut 1954–1956.Selain sebagai birokrat tulen, Soetardjo
Soetardjo yang lebih senior itu secara akrab juga seorang intelektual dalam bidang kerjanya.
sebagai “saudara tua”. Selama beberapa bulan Bukunya yang bertajuk Desa (1952) membuktikan
Soetardjo sempat “ditepikan” dari pemerintahan. Ia bahwa Soetardjo sangat memahami dan
dianggap bagian dari birokrat rezim feodal warisan menghayati seluk-beluk medan pengabdiannya.
zaman kolonial. Pada 1950 Soetardjo menerima Buku tersebut menguraikan dasar-dasar
surat pembebasan tugasnya dari Menteri Dalam kebudayaan asli menurut adat desa seperti sistem
Negeri Mr. Mohammad Roem. Namun, atas campur kekeluargaan dan gotong royong dalam kehidupan
sipil masyarakat.
Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra dari Presiden RI Soeharto kepada Almarhum Soetardjo. Dok.
Direktorat Sejarah, 2019.
47
ATLAS SEJARAH INDONESIA: GUBERNUR PERTAMA DI INDONESIATLAS SEJARAH INDONESIA: GUBERNUR PERTAMA DI INDONESIA
A 47