Page 31 - Ringkasan Materi XII
P. 31
25. Menentukan pengertian, kedudukan dan fungsi Al-Qur’an, Al-Hadits,
Ijtihad sebagai sumber hukum Islam dan hukum taklifi.
Fikih pada mulanya mempunyai arti lebih luas dari yang umumnya
dipahami saat ini. Semula, sesuai dengan arti lughawi (leksikal), fikih
bermakna ”al fahmu,” paham atau mengetahui. Memahami atau mengetahui
baik yang berkaitan dengan urusan tauhid/ teologi, tasawuf/ akhlak,
maupun hukum.
Kata fikih berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk masdar (verbal noun) dari
akar kata bentuk madhi (past tense) faquha yang secara etimologis berarti
mengerti, mengetahui, memahami, dan menuntut ilmu. Kata fikih juga
dianggap sinonim dengan kata ilmu.
Kemudian, akibat perkembangan ilmu dan pergumulan pemikiran, arti fikih
menciut. Yang semula mencakup aspek teologis, akhlak, dan hukum,
pengertian fikih menjadi khusus dipakai pada hal -hal yang berkaitan
dengan hukum saja. Akibatnya, fikih lebih bernuansa legal-formal, daripada
etis atau sosial. Sebab, sifat hukum adalah mengikat/ memaksa. Inilah
kemudian yang menyebabkan fikih terkesan rigid, tidak fleksibel. Dalam
arti fikih kehilangan wawasan etisnya.
Ijtihad bukan barang murahan yang bisa dilakukan oleh sembarang orang.
Ada banyak kriteria yang harus dipenuhi oleh calon mujtahid, orang yang
berijtihad. Diperlukan kearifan untuk menjembatani kesenjangan yang
terjadi. Misalnya, kalangan pesantren mau membuka diri untuk mengenal
dan mengkaji fikih kontemporer serta melepas baju fanatisme yang
berlebihan terhadap eksistensi kitab kuning. Sebab, walau bagaimanapun
kitab kuning tetap tidak bisa dipaksakan untuk menjawab permasalahan
global.
26. Menjelaskan ketentuan syar’i tentang infak, zakat, dan wakaf.
• Ketentuan Infak
Ketentuan-ketentuan umum dalam berinfak ataupun bersedekah sebagai
berikut:
a. Orang yang berinfak atau bersedekah adalah orang yang berakal dan
mumayiz (baligh).