Page 120 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 120
Akademisi terebut antara lain, Hariadi Kartodihardjo dari Institut Pertanian Bogor, Muhammad
Fauzan dari Fakultas Hukum Universitas Soedirman, Susi Dwi Harijanti dari Fakultas Hukum
Universitas Padjajaran, Abdil Mughis Mudhoffir, Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, hingga Feri
Amsari dari Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menilai, UU Cipta Kerja mengandung banyak permasalahan.
Mulai dari proses penyusunan hingga pasal-pasal yang menghilangkan hak-hak pekerja.
Permasalahan itu misalnya, cacatnya prosedur dalam proses penyusunan UU Cipta Kerja.
Kesalahan prosedur itu karena penyusunan dilakukan secara tertutup, tidak transparan serta
tidak memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat sipil.
Terlebih, pembahasan tersebut dilakukan di saat konsentrasi seluruh elemen bangsa tengah
berfokus menangani pandemi Covid-19. Selain itu, draf UU Cipta Kerja juga tidak disosialisasikan
secara baik kepada publik. Bahkan, kata dia, draf UU Cipta Kerja tidak dapat diakses oleh
masyarakat sehingga masukan dari publik menjadi terbatas.
Menurutnya, hal itu melanggar Pasal 89 jo 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mewajibkan pemerintahmembuka akses
terhadap RUU kepada masyarakat. Permasalahan tak hanya dari segi teknis. Dalam pasal-pasal
UU Cipta Kerja juga terindikasi adanya berbagai permasalahan, mulai dari ketengakerjaan hingga
lingkungan hidup.
"Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa UU Cipta Kerja berpotensi melanggar hak-hak
konstitusional warga negara, merugikan para pekerja/ buruh, merugikan petani, merugikan hak-
hak masyarakat adat, serta berdampak buruk bagi kelestarian lingkungan," kata Araf.
"Atas dasar tersebut, Imparsial menolak dan menyayangkan pengesahan UU Cipta Kerja di DPR,
apalagi pembahasan tersebut dilakukan secara tidak lazim, yakni dilakukan secara tertutup dan
di tengah konsentrasi mengatasi pandemi Covid-19," lanjut dia.
119