Page 169 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 169
ujarnya seperti dikutip mediaindonesia.com. Jutaan buruh tersebut berasal 32 federasi serikat
yang menyatakan menolak Omnibus Law. Selain aksi mogok nasional, buruh juga akan
mengambil tindakan strategis lainnya sepanjang waktu sesuai mekanisme konstitusi dan
perundang-undangan yang berlaku. "Buruh tidak akan pernah berhenti melawan sepanjang
masa penolakan RUU Cipta Kerja yang merugikan buruh dan rakyat kecil," jelasnya. Seperti
diketahui, pada Sabtu (3/10), pemerintah bersama Panja Baleg DPR sepakat RUU Ciptaker
dibawa dalam pengambilan kepu-tusan tingkat II dalam Rapat Paripurna untuk disetujui menjadi
UU.
Iqbal menegaskan ada beberapa isu yang tidak disetujui buruh Indonesia atas hasil kesepakatan
RUU Cipta Kerja tersebut. Pertama, buruh menolak keras kesepakatan Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) dihapus. Menurut dia, UMK tidak perlu bersyarat dan harus tetap ada. Ia
membantah jika UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya. Karena kalau di- ambil
rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah minimum
di Vietnam. "Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra,dan lain-lain atau sektor
pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan
perusahan baju atau perusahaan kerupuk.
Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai
tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara," ujarnya. Penolakan isi RUU Ciptaker lain ialah
buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Dengan 19
bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Said Iqbal
mempertanyakan, dari mana BPJS mendapat sumber dananya. "Dengankatalain.nilaipesangon
berkurang walaupun dengan skema baruyaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan enam bulan
dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal. Karena tanpa membayar iuran tapi BPJS
membayar pesangon buruh enam bulan," ujarnya. #bari/mohar/iba
168