Page 168 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 168
Pemerintah memastikan pengesahan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) menjadi UU dipercepat
kemarin (5/10). Padahal sebelumnya, pengambilan keputusan RUU Cipta Kerja ini akan dilakukan
pada Kamis (8/10) Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, "Pertama-tama izinkan saya
menyampaikan permohonan maaf dari Bapak Menko Perekonomian, karena pada saat yang
sama beliau diminta untuk ikut Sidang Paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja pada hari ini
(kemarin Red.).
Sehingga beliau mendadak mendelegasikan kepada saya," kata Iskandar mewakili Menko
Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Inklusi Keuangan OJK secara virtual, Senin (5/10).
Meski demikian, pengesahan itu akan tergantung dari rapat BadanMusyawarah (Bamus) DPR.
Selain itu, Anggota Baleg Fraksi Gerindra Heri Gunawan memastikan, jika hasil Bamus tersebut
bisa disepakati, maka RUU Cipta Kerja bisa langsung dibawa ke Rapat Paripurna, Senin (5/10).
Sebelurnya, DPR berencana mengesahkan RUU Cipta Kerja melalui Rapat Paripurna pada 8
Oktober 2020. Namun, hal ini mendapat penolakan dari kalangan pekerja. Konfederasi. Serikat
Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan sejumlah pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat
Pekerja menyepakati untuk melakukan mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap RUU
Cipta Kerja. Mogok nasional rencananya dilakukan selama tiga hari berturut- turut, dimulai pada
6 hingga 8 Ok- tober 2020.
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Igbal, mogok nasional ini
akan menyetop produksi ini akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25
provinsi dan 300 kabupaten atau kota. Sebelumnya, Pemerintah bersama dengan Badan Legislasi
DPR RI telah menyepakati substansi Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Kesepakatan ini dicapai dalam Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI dengan Pernerintah untuk
pengambilan keputusanterhadap Pembicaraan Tingkat I RUU Cipta Kerja Sabtu (3/10) malam.
Menko Perekonomian meya- kini, RUU Cipta Kerja akan bermanfaat besar untuk mendorong
pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki erabaru perekonomian global,
untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera dan berkeadilan. "RUU Cipta Kerja akan
mendorong reformasi regulasi dan debirokratisasi, sehingga pelayanan Pemerintahan akan lebih
efisien, mudah, dan pasti, dengan adanya penerapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria
(NSPK) dan penggunaan sistem elektronik," ujar Airlangga dalam keterangan resminya.
Sebagaimana dipahami, selama ini masalah yang kerap menghambat peningkataninvestasidan
pembukaan lapangan kerja, antara lain proses perizinan berusa- ha yang rumit dan lama, per-
syaratan investasi yang memberatkan, pengadaanlahan yangsulit, hingga pemberdayaan UMKM
dan Koperasi yang belum optimal.
Ditambah lagi proses administrasi dan birokrasi perizinan yang cenderung lamban, yang pada
akhirnya menghambat investasi dan pembukaan lapangan kerja. RUU Cipta Kerja ditujukan
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan investasi dan
pembukaan lapangan kerja, melalui penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan, kemudahan
bagi pelaku usaha terutama UMKM, ekosistem investasi yang kondusif, hingga penciptaan
lapangan kerja untuk menjawab kebutuhan Angkatan kerja yang terus bertambah. Aspek
transparansi pun selalu dijunjung tinggi dalam penyusunan RUU ini. Seluruh proses pembahasan
selalu disiarkan secara langsung melalui TV Parlemen, dan rapat pembahasan sifatnya juga
terbuka yang dapat diikuti secara tatap muka maupun melalui videoconference (online), serta
diliput langsung oleh media. Ini menunjukkan komitmen Pemerintah dan DPR untuk transparan
dalam membahas kebijakan untuk masyarakat.
Mogok Kerja, Pada bagian lain, Said Igbal menyampaikan sekitar dua juta buruh akan mogok
kerja untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law. "Mogok
nasional ini akan diikuti sekitarduajutaburuh. Aksi itu digelar pada 6-8 Oktober 2020.
Dasarhukummogoknasion- aladalah UU Nomor39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 12
tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipildan Politik,"
167