Page 691 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 691

Ringkasan

              Meski  akan  segera  disahkan,  RUU  Omnibus  Law  Cipta  Kerja  masih  mendapatkan  banyak
              pertentangan  di  masyarakat.  Pertentangan  muncul  karena  banyak  poin-poin  yang  tidak
              menguntungkan semua pihak.

              Peneliti ekonomi Indef Bhima Yudhistira menyebutkan beberapa pihak merasa dirugikan dengan
              poin-poin yang ada di dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, klaster ketenagakerjaan
              menjadi salah satu yang memiliki banyak masalah dan cenderung merugikan para pekerja.



              PANTAS BANYAK DITOLAK, RUU CIPTA KERJA RUGIKAN PEKERJA HINGGA PETANI

              Meski  akan  segera  disahkan,  RUU  Omnibus  Law  Cipta  Kerja  masih  mendapatkan  banyak
              pertentangan  di  masyarakat.  Pertentangan  muncul  karena  banyak  poin-poin  yang  tidak
              menguntungkan semua pihak.

              Peneliti ekonomi Indef Bhima Yudhistira menyebutkan beberapa pihak merasa dirugikan dengan
              poin-poin yang ada di dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, klaster ketenagakerjaan
              menjadi salah satu yang memiliki banyak masalah dan cenderung merugikan para pekerja.

              Dia  mengungkapkan  buruh  akan  dirugikan  dengan  poin  pengurangan  hak  pesangon  yang
              membuat  daya  beli  konsumsi  turun.  Apalagi  di  tengah  kondisi  pandemi  ancaman  PHK
              menghantui para pekerja. Bila pesangon dikurangi, maka akan sangat merugikan buruh yang
              terpaksa terkena PHK.

              "Di  klaster  ketenagakerjaan  sendiri  pengurangan  hak  pesangon  akan  menurunkan  daya  beli
              buruh,  ini  tidak  bisa  diterima  oleh  pekerja  yang  saat  ini  rentan  di-PHK.  Padahal,  buruh
              membutuhkan pesangon yang adil untuk mempertahankan biaya hidup di saat sulit mencari
              pekerjaan baru," ungkap Bhima kepada detikcom, Senin (5/10/2020).

              Masalah berikutnya adalah mengenai kontrak yang diizinkan tanpa memiliki batas waktu. Hal ini
              membuat ketidakpastian bagi buruh, ada ancaman pekerja bisa dikontrak tanpa diangkat jadi
              karyawan tetap.

              "Kemudian  soal  kontrak  terus  menerus  tanpa  batas  akan  membuat  ketidakpastian  kerja
              meningkat.  Jenjang  karier  bagi  pegawai  kontrak  pun  tidak  pasti  karena  selamanya  bisa
              dikontrak," ungkap Bhima.

              Dengan begitu, pengusaha diuntungkan karena bisa menekan biaya tunjangan-tunjangan untuk
              pekerja yang pensiun atau pesangon untuk pekerja yang di-PHK. Hak-hak pekerja kontrak pun
              tentu tidak akan sebanyak karyawan tetap.

              "Praktek ini merupakan strategi pengusaha untuk menekan biaya pensiun atau pesangon dan
              tunjangan  lain,  tapi  merugikan  pekerja  karena  haknya  tidak  sama  dengan  pegawai  tetap,"
              ungkap Bhima.

              Selain buruh, Bhima mengungkapkan petani juga akan dirugikan. Dia menyebutkan di dalam
              Omnibus Law Cipta Kerja ada klausul impor pangan yang disamakan dengan produksi pangan.
              Hal  ini  dinilai  membuat  impor  pangan  lebih  mudah  dilakukan  daripada  menyerap  produksi
              pangan petani lokal.

              "Gelombang penolakan pasti terjadi dan bukan hanya buruh tapi juga elemen lain yang merasa
              dirugikan haknya. Mulai dari petani karena ada klausul impor pangan disamakan dengan produksi
              pangan dan cadangan nasional," kata Bhima.


                                                           690
   686   687   688   689   690   691   692   693   694   695   696