Page 694 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 694
hubungan kerja ( PHK ) dari yang awalnya sebanyak 32 bulan upah menjadi tinggal 25 bulan
saja.
Pengurangan tersebut kini telah dimasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law
Cipta Kerja (RUU Ciptaker).
PESANGON DISUNAT DARI 32 JADI 25 BULAN GAJI DI RUU CIPTAKER
Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut
pemerintah dan Badan Legislasi DPR telah mengurangi nilai pesangon pekerja yang terkena
pemutusan hubungan kerja ( PHK ) dari yang awalnya sebanyak 32 bulan upah menjadi tinggal
25 bulan saja.
Pengurangan tersebut kini telah dimasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law
Cipta Kerja (RUU Ciptaker).
RUU tersebut rencananya disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pekan ini.
Ia merinci dari 25 bulan upah, sebanyak 19 bulan upah akan dibayar oleh pengusaha dan 6
bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Atas dasar itulah, pihaknya menolak keras keputusan itu.
"Dari mana BPJS mendapatkan sumber dananya? Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang
walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS
Ketenagakerjaan, tidak masuk akal," ungkap Said dalam pernyataan yang dikutip Senin (5/10).
Tak hanya soal pesangon, Said mengatakan pihaknya juga menolak beberapa poin yang diatur
dalam RUU Cipta Kerja. Poin pertama menyangkut formula penetapan upah minimum
kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan penghapusan upah minimum sektoral kota/kabupaten
(UMSK) dalam RUU Cipta Kerja.
Menurutnya, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada.
Poin kedua, soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Said bilang pihaknya menolak jika
buruh termasuk outsourcing diberikan kontrak seumur hidup.
Menurutnya, ini menjadi hal yang serius bagi buruh karena berkaitan dengan jaminan kehilangan
pekerjaan (JKP) untuk outsourcing .
"Siapa yang akan membayar JKP untuk outsourcing , tidak mungkin buruh membayar
kompensasi untuk dirinya sendiri dengan membayar iuran JKP," terang Said.
Poin ketiga berkaitan dengan jam kerja. Buruh memandang jam kerja yang akan diatur dalam
UU Cipta Kerja cenderung eksploitatif.
Apalagi dalam aturan itu nantinya, hak cuti dan hak upah atas cuti hilang. Bukan hanya itu,
penolakan juga dilakukan karena pihaknya merasa, RUU Cipta Kerja berpotensi menghilangkan
jaminan pensiun dan jaminan kesehatan buruh karena status outsourcing berubah menjadi
seumur hidup.
Dihubungi terpisah, Perwakilan Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) Nining Elitos
mengungkapkan pihaknya juga menolak penghapusan UMSK. Pasalnya, perlu ada penentuan
minimal upah bagi pekerja sektoral.
Menurutnya, pemerintah tak seharusnya membiarkan penentuan upah minimum ditentukan
dengan skema bipartit antara pengusaha dan buruh. Jika seperti ini, maka buruh akan kalah.
693

