Page 712 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 712

Seperti  diketahui,  mayoritas  fraksi  di  DPR  RI  dan  pemerintah  sepakat  untuk  melanjutkan
              pembahasan ke tingkat II di Sidang Paripurna DPR RI.
              Adapun serikat pekerja menyatakan kecewa dengan hasil pembahaan RUU Cipta Kerja antara
              lain FSPM dan FSBMM, SERBUK Indonesia, PPIP, FSP2KI dan FBTPI.

              Ketua Umum SERBUK Indonesia Subono menilai, pekerjaan baru yang dijanjikan oleh Omnibus
              Law ini bukanlah pekerjaan nyata.

              Menurut dia, pekerjaan baru yang dijanjikan pemerintah adalah pekerjaan berupah murah dan
              bersifat  sementara.  Bahkan  dia  berpendapat,  pemulihan  ekonomi  tidak  akan  datang  dari
              investasi asing yang masuk ke Indonesia.

              "Kita tidak dapat pulih secara ekonomi dengan dasar upah murah dan pekerjaan yang tidak
              terjamin. Hanya pembelanjaan (konsumsi) domestik dengan dasar pekerjaan tetap dan upah
              layak yang dapat membantu Indonesia pulih dari pandemi," ujarnya melalui keterangan tertulis,
              Senin (5/10/2020).

              Pendapat yang sama disampaikan oleh Presiden FSPM Husni Mubarok. Ia menilai, RUU Cipta
              Kerja hanyab memberikan janji semu akan tersedianya lebih banyak pekerjaan di masa depan.

              RUU  Cipta  Kerja  justru  dinilai  akan  mengurangi  jaminan  pekerjaan  dan  memungkinkan
              pengusaha  untuk  mengeksploitasi  lebih  banyak  pekerja  kontrak  dengan  upah  rendah  dan
              pekerjaan  outsourcing  di semua sektor.
              Di samping itu lanjutnya, pekerjaan yang akan tersedia adalah pekerjaan dengan upah rendah
              tetapi tanpa ada masa depan.

              Sementara itu, Presiden FSP2KI Hamdani menyatakan bahwa  RUU Cipta kerja  juga mengancam
              hilangnya cuti berbayar, termasuk hak-hak yang mengikuti cuti melahirkan yang begitu penting
              bagi kesehatan dan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

              Perwakilan  FBTPI,  Salman  mengatakan  pihaknya  merasa  tidak  diberi  kesempatan  untuk
              berpartisipasi penuh membahas dan memperdebatkan RUU Cipta Kerja.

              "Oleh karena itu, Omnibus Law harus dihentikan dan diskusi lebih lanjut harus dilakukan setelah
              pandemi ini berakhir, ketika kita dapat berbicara dan berpartisipasi dengan bebas," kata dia.
              Sementara itu, Ketua Umum PPIP PS Kuncoro menyampaikan, jika RUU Omnibus Law disahkan
              menjadi  UU,  maka  akan  berpotensi  melanggar  tafsir  konstitusi.  Terutama  dalam  subklaster
              ketenagalistrikan. Sebab kata dia, putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 tidak digunakan sebagai
              rujukan pada UU Cipta Kerja.

              Kuncoro menilai RUU Cipta Kerja akan bertentangan dengan UUD 1945 NRI Pasal 33 ayat (2).
              Sebab kata dia, tenaga listrik yang merupakan cabang produksi yang penting bagi orang banyak
              bisa tidak lagi dikuasai negara.
              Selain  itu,  RUU  Omnibus  Law  dinilai  akan  menciptakan  ancaman  terbukanya  kemungkinan
              lingkungan dan sumber daya alam Indonesia untuk dieksploitasi oleh korporasi swasta/profit.
              Tanpa aturan yang jelas, lingkungan dan alam Indonesia hanya akan dijadikan peluang bisnis
              untuk mencapai keuntungan semata.
              Beberapa  serikat  pekerja  tersebut  mengtakan  mendapat  dukungan  penuh  di  tingkat
              internasional. Sibebutkan, BWI, IUF, Industri All, ITF dan PSI yang mewakili lebih dari 110 juta
              anggota di dunia siap untuk melakukan perlawanan bersama-sama menolak Omnibus Law dan
              menyerukan 5 hal sebagai berikut:


                                                           711
   707   708   709   710   711   712   713   714   715   716   717