Page 50 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 APRIL 2021
P. 50
Tahun 2020 kasus kecelakaan kerja menurun sedikit menjadi 177.000 kasus. Pada Januari 2020,
berdasarkan data pencairan JHT di BPJS Ketenagakerjaan, dengan alasan pekerja yang
meninggal dunia karena penyakit akibat kerja, meninggal dalam hubungan kerja karena
kecelakaan, dan alasan cacat total tetap sebanyak 203 kasus dengan total manfaat Rp 4,09
miliar. Pada Februari 2020 naik menjadi 403 kasus dengan total manfaat Rp 7,61 miliar, dan
Maret 2020 naik lagi menjadi 603 kasus dengan total manfaat Rp 105,64 miliar.
Penurunan jumlah kasus kecelakaan kerja tahun 2020 tentunya dikarenakan pada masa pandemi
ini banyak kegiatan bekerja dilakukan dari rumah, dan proses PHK meningkat sehingga kasus
kecelakaan kerja menurun.
Masih tingginya kasus-kasus kecelakaan kerja dan PAK yang terjadi disebabkan beberapa hal
yaitu, pertama, masih banyak pengusaha yang berpersepsi K3 adalah beban biaya bukan
investasi sumber daya manusia untuk mendukung produktivitas. Persepsi salah ini mendukung
lemahnya kesadaran pengusaha untuk mematuhi regulasi tentang K3. Termasuk untuk
mendaftarkan pekerjanya ke program jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan Jaminan Kematian
JKM) di BPJS Ketenagakerjaan. Per Februari 2021, jumlah peserta aktif JKK-JKM dari unsur
penerima upah sebanyak 19,26 juta orang, dari total pekerja formal swasta sekitar 40 juta orang.
Kedua, lemahnya peran pengawas ketenagakerjaan dan penegakan hukum untuk memastikan
ketentuan K3 dijalankan dengan baik di perusahaan. Ketiga, rendahnya kesadaran pekerja untuk
hidup sehat dan disiplin menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja di lingkungan yang
berisiko terjadi kecelakaan kerja. Keempat, kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang kesehatan
dan keselamatan kerja kepada pengusaha dan pekerja serta masyarakat umum sebagai upaya
preventif dan promotif K3.
Upaya Perbaikan
Keberhasilan menurunkan kecelakaan kerja dan PAK tentunya akan sangat mendukung
produktivitas pekerja, yang nantinya mendukung keberlangsungan usaha. Upaya menurunkan
terjadinya kecelakaan kerja dan PAK didahului dengan merevisi regulasi terkait K3 yaitu UU No
1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sehingga mampu menjawab persoalan K3 yang selama
ini terjadi. Seharusnya UU No 1 Tahun 1970 termasuk yang di-omnimbus law-kan dalam UU No
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Meningkatkan kualitas peran pengawas ketenagakerjaan dan penegakan hukum merupakan
syarat mutlak guna mendukung penurunan terjadinya kecelakaan kerja dan PAK. Selain itu,
peningkatan jumlah pengawas ketenagakerjaan, khususnya pengawas K3, menjadi kebutuhan
mendesak agak peran pengawasan lebih optimal. Pemerintah bisa menambah jumlah pengawas
ketenagakerjaan dengan mengangkat pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Jumlah pengawas ketenagakerjaan, per Juni 2020, sebanyak 1.574 orang, tentu kesulitan
mengawasi 252.880 perusahaan. Padahal amanat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 1
Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 33 Tahun 2016,
seorang pengawas ketenagakerjaan wajib memeriksa paling sedikit 5 perusahaan setiap bulan
atau 60 perusahaan dalam satu tahun.
Untuk meningkatkan kualitas kerja pengawas ketenagakerjaan, sebaiknya Komite Pengawasan
Ketenagakerjaan ditingkatkan menjadi sebuah lembaga independen yang bekerja dengan
kewenangan layaknya Komisi Kepolisian atau Komisi Kejaksaan.
Upaya lain adalah yaitu dibolehkannya proses pelaporan oleh pekerja bila terjadi kecelakaan
kerja atau PAK Selama ini regulasi hanya memosisikan pengusaha sebagai pihak yang
melaporkan terjadinya kecelakaan kerja atau PAK ke BPJS Ketenagakerjaan. Bagi perusahaan
yang tidak mau melaporkan adanya kecelakaan kerja atau PAK, untuk mendapatkan citra zero
49