Page 39 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 11 SEPTEMBER 2020
P. 39
"(Di masa pandemi Covid-19) belum ada satu pun yang berangkat. Yang akan berangkat itu 88
ribu calon PMI yang tertunda keberangkatannya, karena pandemi Covid. Maka itu, mereka yang
diprioritaskan untuk berangkat dan difasilitasi oleh negara," ucap Kepala BP2MI Benny Rhamdani
dalam diskusi Zooming with Primus bertajuk Perlindungan Pekerja Migran yang ditayangkan di
BeritaSatu TV, i Jakarta, Kamis (10/9).
Hadir pula sebagai pembicara adalah Deputi Direktur Bidang Kepesertaan Program Khusus BPJS
Ketenagakerjaan Ahmad Sulintang, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, dan PMI di
Hong Kong Sring Atin. Sebagai moderator adalah Direktur Pemberitaan BeritaSatu Media
Holdings (BSMH) Primus Dorimulu.
Benny menjelaskan, setelah resmi diumumkan ditemukannya kasus pertama positif Covid-19
(Indonesia awal Maret lalu, Kementerian Ketenagakerjaan pada 18 Maret 2020 mengeluarkan
Keputusan Menteri Nomor 151 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Penempatan
Pekerja Migran Indonesia. Tetapi pada tanggal 29 Juli 2020, Kemenaker membuka kembali
penempatan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 294 Tahun 2020.
Sementara itu, dalam periode 1 Januari sampai 31 Agustus 2020, ada 162 ribu PMI yang sudah
difasilitasi untuk kembali ke Tanah Air.
Negara Tak Bisa Larang
Benny mengatakan lebih lanjut, negara tidak bisa melarang warga negara yang ingin bekerja di
luar negeri. Negara harus memfasilitasi untuk menjaga agar mereka tidak berangkat melalui jalur
tidak resmi.
"Maka itu, perlindungan PMI ini menjadi bentuk keberpihakan negara terhadap PMI. BP2MI juga
menyiapkan sebuah skema penempatan, mulai mengirim tenaga-tenaga kerja yang terampil dan
profesional. Kami menyiapkan pelatihan-pelati-han, penguatan keterampilan, dan mereka harus
paham tentang undang-undang ketenagakerjaan daerah setempat, penguasaan bahasa, serta
kultur dan budaya negara di mana mereka bekerja," ucapnya.
Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan perlindungan terhadap PMI. Namun, lanjut dia,
hal ini masih terkendala antara lain permasalahan data yang tidak sinkron antarpemangku
kepentingan terkait.
Lebih lanjut Benny mengatakan, berdasarkan data BP2MI ada 3,7 PMI. Namun, hal ini berbeda
dengan data di Ke-menterian Ketenagakerjaan dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Data Kemenaker menunjukkan ada 5 juta PMI sedangkan pihak Kemenlu mencatat ada 4,5 juta
PMI. Sedangkan data Bank Dunia menunjukkan ada 9 juta PMI.
"Kita negara besar, punya sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi yang ditempatkan
pada posisi strategis di lembaga negara ini. Kita punya anggaran yang cukup, tapi untuk
menghasilkan sebuah single duta kita tidak memiliki itu," ucap Benny.
Perbedaan data ini menyebabkan pemerintah sulit untuk melacak keberadaan PMI yang sedang
bertugas, sehingga banyak PMI berada di luar kontrol perlindungan negara. Hal ini harus
dicarikan solusinya.
"Meski ada PMI yang tidak terdata, ketika mendapatkan masalah, negara tetap mengam-bilalih
tanggung jawabnya untuk memberikan pelayanan, advokasi pendampingan hukum, pembelaan,
bahkan pemulangan ke Tanah Air. Menurut saya, negara tidak bisa hanya memfokuskan diri
sebagai pemadam kebakaran. Harus ada terobosan atau kebijakan-kebijakan progresif,
revolusioner, yang dilakukan oleh negara," ucap Benny.
38