Page 207 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 OKTOBER 2020
P. 207
Dosen Hukum Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Nabiyla Risfa Izzati menyatakan,
klaim Menaker soal kompensasi untuk pekerja yang masa kontraknya berakhir belum memiliki
perhitungan dan mekanisme yang jelas. Sebab, ketentuan lebih lanjut soal uang kompensasi itu
akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP)
Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih mengatakan pernyataan
Menaker hanya sebuah pembenaran terhadap lahirnya UU Cipta Kerja. Menurut Jumisih yang
semestinya perlu diatur pemerintah adalah bagaimana para pekerja/buruh kontrak terlindungi
dengan aturan pengangkatan menjadi pekerja tetap secepatnya.
BENARKAH UU CIPTA KERJA BERIKAN KEUNTUNGAN BAGI PEKERJA KONTRAK?
Pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah soal keuntungan bagi pekerja kontrak dalam
Undang-Undang Cipta Kerja mendapat kritik dari kelompok buruh hingga akademisi.
Klaim Menaker tersebut dinilai terlalu dini dan mengenyampingkan fakta lain tentang buruknya
sistem kerja kontrak yang selama ini terjadi di perusahaan-perusahaan Tanah Air. Bahkan,
penghapusan sistem kerja kontrak sudah menjadi tuntutan buruh sejak lama.
Menurut Ida, keuntungan bagi pekerja kontrak dalam UU Cipta Kerja tertuang pada Pasal 81
angka 17 yang menyisipkan Pasal 61A di Undang-Undang Ketenagakerjaan. Ketentuan ini
mengatur soal uang kompensasi jika masa kerja berakhir atau terjadi pemutusan hubungan kerja
(PHK).
Dengan kewajiban membayar uang kompensasi, perusahaan atau pengusaha diasumsikan akan
berpikir dua kali untuk memberhentikan karyawan kontrak.
"Oh, ada (keuntungan pekerja kontrak di UU Cipta Kerja). Dulu, PKWT itu tidak ada kompensasi
kalau berakhir masa kerjanya. Sekarang, kalau kontrak berakhir, dia mendapat kompensasi,"
kata Ida dikutip dari Harian Kompas, Senin (19/20/2020).
Lantas, benarkah UU Cipta Kerja memberikan keuntungan bagi karyawan atau pekerja kontrak?
Dosen Hukum Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Nabiyla Risfa Izzati menyatakan,
klaim Menaker soal kompensasi untuk pekerja yang masa kontraknya berakhir belum memiliki
perhitungan dan mekanisme yang jelas.
Sebab, ketentuan lebih lanjut soal uang kompensasi itu akan diatur dalam peraturan pemerintah
(PP).
"Masih terlalu prematur untuk bilang bahwa uang kompensasi ini akan menguntungkan bagi
pekerja kontrak," ujar Nabiyla saat dihubungi, Selasa (20/10/2020).
Hal senada diungkapkan oleh Direktur Trade Union Rights Centre (TURC) Andriko Otang. Ia
khawatir ketentuan besaran kompensasi yang diberikan perusahaan tidak sebanding dengan
risiko yang ditanggung pekerja akibat terjadi pemutusan hubungan kerja PHK.
Kemudian ia juga menyoroti perubahan 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja.
Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja menghapus pembatasan masa kerja kontrak selama dua tahun
dengan maksimal perpanjangan satu tahun dan ketentuan batas waktu perpanjangan kontrak
akan diatur dalam PP.
Alih-alih menguntungkan, Andriko menilai perubahan ini justru menimbulkan ketidakpastian
pekerjaan bagi pekerja. Andriko mengatakan, pekerja dapat selama-lamanya menjadi pekerja
206