Page 236 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 OKTOBER 2020
P. 236
informasi di masyarakat, pekerja atau buruh. Diantaranya adalah soal Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK), Hak Cuti hingga pesangon saat mengalami Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK).
MENAKER: UU CIPTAKER TAK HAPUS UMK, CUTI HINGGA PESANGON PHK
JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah kembali menjelaskan soal poin-
poin kluster ketenagakerjaan di Undang Undang (UU) Cipta Kerja yang selama ini mengalami
distorsi informasi di masyarakat, pekerja atau buruh. Diantaranya adalah soal Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK), Hak Cuti hingga pesangon saat mengalami Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK).
Menaker mengakui, kluster ketenagakerjaan merupakan kluster yang banyak sekali terjadi
distorsi informasi di masyarakat. Ida menjelaskan UU Cipta Kerja di kluster ketenagakerjaan
dijelaskan pasal 82. "Dimana disebutkan pasal ini bertujuan untuk perlindungan kepada tenaga
kerja dan meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja atau buruh," kata Ida dalam
konferensi pers bersama UU Cipta Kerja di Kemenko Ekonomi, Rabu (7/10).
Namun, Ida mengatakan tetap merujuk beberapa ketentuan dalam UU nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, UU nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
dan UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan UU nomor 18
tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Jadi, Menaker melanjutkan UU Cipta Kerja kluster ketenagakerjaan ini dimaksudkan untuk
memberikan penguatan perlindungan kepada Tenaga Kerja dan meningkatkan peran dan
kesejahteraan pekerja atau buruh dalam mendukung ekosistem investasi. Kemudian yang
dipatuhi dalam penyusunan kluster ketenagakerjaan.
Ida menegaskan ketentuan kluster ketenagakerjaan ini tetap memperhatikan hasil putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi undang-undang nomor 13 tahun 2003. Sehingga DPR
dan pemerintah mematuhi apa yang sudah menjadi keputusan dari mahkamah konstitusi.
Beberapa hal yang menurut Menaker Ida perlu diluruskan karena terjadi distorsi informasi pada
kluster ketenagakerjaan. Pertama tentang UU Cipta Kerja tetap mengatur syarat-syarat dan
perlindungan hak bagi pekerja atau buruh PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), yang
menjadi dasar dalam penyusunan perjanjian kerja.
Di samping itu juga, kelas Ida, UU Cipta Kerja tetap mengatur perlindungan tambahan berupa
kompensasi pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT. Jadi ketentuan syarat-syarat itu
tetap diatur sebagaimana UU Nomor 13 tahun 2003. "Ada tambahan baru yang tidak dikenal
dalam UU 13 no. 2003 yang itu adalah justru memberikan perlindungan kepada para pekerja
PKWT, yaitu adanya kompensasi kepada pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT,"
ujarnya.
Kemudian, Menaker juga menegaskan syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau
buruh dalam kegiatan alih daya atau outsourcing masih tetap dipertahankan. Bahkan UU Cipta
kerja memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh, apabila terjadi
pergantian perusahaan alih daya, sepanjang objek pekerjanya masih ada.
"Ini juga sesuai dengan putusan MK nomor 27 tahun 2011," ucapnya.
Disamping itu, lanjut dia, pengawasan juga dialamatkan ke perusahaan outsourcing UU Cipta
Kerja yang akan mengatur syarat-syarat perizinan terhadap perusahaan outsourcing yang
235

