Page 243 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 OKTOBER 2020
P. 243
MENILIK NASIB PEKERJA OUTSOURCING DALAM UU CIPTA KERJA
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebutkan, UU Cipta kerja tetap mengatur syarat-
syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
atau biasa disebut dengan Outsourcing . UU Cipta kerja juga mengatur perlindungan tambahan
berupa kompensasi pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT.
"Jadi ketentuan syarat-syarat itu tetap diatur sebagaimana UU Nomor 13 Tahun 2003, ada
tambahan baru yang tidak dikenal dalam UU No. 13 Tahun 2003 yaitu adalah justru memberikan
perlindungan kepada pekerja PKWT, yaitu adanya kompensasi kepada pekerja atau buruh pada
saat berakhirnya PKWT," kata dia dalam Konferensi Pers Penjelasan UU Cipta Kerja, Rabu
(7/10/2020).
Adapun syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh dalam kegiatan alih daya
atau outsourcing , masih tetap dipertahankan. Bahkan, UU Cipta kerja memasukkan prinsip
pengalihan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih
daya, sepanjang objek pekerjaannya masih ada. Ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 27 Tahun 2011.
Dalam rangka pengawasan terhadap perusahaan alih daya, UU Cipta Kerja juga mengatur syarat-
syarat perizinan terhadap perusahaan alih daya yang terintegrasi dalam sistem online single
submission (OSS).
"Jadi bisa terkontrol. Selama ini mungkin ada banyak perusahaan outsourcing yang tidak
terdaftar maka dengan UU ini pengawasan kita bisa lakukan dengan baik karena harus terdaftar
dalam sistem OSS," pungkas dia.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah memastikan keberadaan Undang-Undang
(UU) Cipta Kerja akan sangat membantu para pekerja atau buruh. Sebab, dalam klaster
ketenagakerjaan bagian ketujuh Pasal 46 A diatur mengenai program Jaminan Kehilangan
Pekerjaan.
Menurutnya, program tersebut tidak pernah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan
Nomor 13 Tahun 2003. Padahal itu penting diberikan kepada pekerja yang berdampak kena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Ini yang tidak kita jumpai dan tidak diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Ketika seseorang mengalami PHK, maka dia membutuhkan sangu atau pesangon berupa cash
benefit," kata dia dalam video conference di Jakarta, Rabu (7/10).
Sebab itu, dengan adanya JKP di UU Cipta Kerja itu, korban PHK akan semakin mudah untuk
mendapatkan pekerjaan baru.
"Yang paling penting ketika orang di-PHK, yang dibutuhkan adalah akses penempatan pasar
kerja yang dimanage pemerintah. Sehingga kebutuhan dia ketika alami PHK akan mendapatkan
kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan baru," jelasnya.
Seperti diketahui, Program Jaminan Kehilangan pekerjaan ini diselenggarakan oleh badan
penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan, dalam hal ini adalah BPJS Ketenagakerjaan atau
BPJamsostek.
Adapun pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berhak mendapatkan
jaminan kehilangan pekerjaan seperti yang tertulis pada Pasal 46A ayat 1 beleid tersebut.
Meski demikian, tak semua pekerja bisa mendapatkan jaminan tersebut. Hanya pekerja yang
telah membayar iuran di BPJamsostek yang akan memperoleh jaminan tersebut.
242

