Page 250 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 OKTOBER 2020
P. 250
"Setelah kemarin ratusan ribu bahkan hampir satu juta buruh keluar dari pabrik-pabrik untuk
mengikuti mogok nasional, hari ini kami akan melanjutkan pemogokan tersebut," kata Said
kepada Republika, Rabu (7/10).
Said menegaskan, aksi buruh dilakukan semata-mata untuk meminta Pemerintah dan DPR RI
membatalkan omnibus law karena di dalamnya ada persoalan mendasar seperti pengurangan
pesangon, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, UMSK dihilangkan, ada syarat
khusus untuk penetapan UMK hingga potensi hilangnya jaminan kesehatan dan pensiun bagi
penerapan kontrak dan outsourcing .
Salah satu isu ketenagakerjaan yang paling menjadi sorotan dalam UU Cipta Kerja adalah soal
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau yang kerap dikenal dengan pekerja kontrak. UU
Ciptaker merevisi UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan soal PKWT dengan frasa
yang dianggap kurang jelas.
Pengaturan soal PKWT dalam UU Ciptaker diatur dalam Pasal 59. Ayat (1) pasal tersebut
berbunyi: Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu
yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu,
yaitu: Adapun dalam UU Ketenagajerjaan Pasal 59 ayat (1) berbunyi, perjanjian kerja untuk
waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : In Picture: Aksi Penolakan
UU Ciptakerja di Berbagai Kota Bila dibandingkan, terdapat perbedaan mencolok dalam huruf b
kedua ayat tersebut. UU Cipta Kerja menghapus frasa 3 tahun menjadi kata 'waktu tidak terlalu
lama'. Frasa tersebut membuka peluang tafsir yang melebar soal jenis-jenis pekerjaan yang
dikategorikan sebagai PKWT alias kontrak.
Perusahaan dikhawatirkan mengada-ada berbagai jenis pekerjaan dengan model PKWT
berdasarkan poin b tersebut.
Ayat (2) Pasal 59 di UU Ciptaker dan UU 13/2003 berbunyi sama, yakni Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Namun, perbedaan
kembali ditemui dalam mekanisme perpanjangan kontrak tidak dibahas dalam UU Ciptaker.
Pasal 59 ayat (4) UU Ciptaker menyatakan: Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu
tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Padahal, dalam UU 13/2003, mekanisme perpanjangan sedemikian rupa. Dalam UU existing
tersebut, ayat (4) berbunyi perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu
tertentu dapat diadakan untukcpaling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu)
kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Lalu ayat (5) menyatakan, pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu
tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir
telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
Lalu pada ayat (6) UU 13/2003 Ketenagakerjaan, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu
hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya
perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya
boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan, pemerintah tetap memperhatikan
pengaturan syarat dan perlindungan hak bagi pekerja/ buruh PKWT sebagai dasar dalam
perjanjian kerja di Undang-Undang Cipta Kerja. Ida menuturkan, Undang-Undang Cipta Kerja
bahkan memberikan perlindungan baru, yakni berupa kompensasi pekerja atau buruh saat
berakhirnya PKWT.
249

