Page 355 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 OKTOBER 2020
P. 355
RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang diusulkan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dan merupakan
bagian dari RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.
Salah satu pasal yang disoroti yakni menyangkut pekerja alih daya atau outsourcing. Ada
perubahan di Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang direvisi di omnibus law UU Cipta Kerja .
Di UU Ketenagakerjaan, pekerjaan outsourcing dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar kegiatan
utama atau yang tidak berhubungan dengan proses produksi kecuali untuk kegiatan penunjang.
"Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh
pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung
dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi," bunyi Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003.
Sementara di Pasal 66 UU Cipta Kerja , tak dicantumkan lagi batasan pekerjaan-pekerjaan apa
saja yang dilarang dilakukan oleh pekerja alih daya.
Dengan revisi ini, UU Cipta Kerja membuka kemungkinan bagi perusahaan outsourcing untuk
mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh waktu.
Hal ini akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas jika tak ada regulasi lain
turunan dari UU Cipta Kerja .
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah, tak menjelaskan secara spesifik apakah batasan
pekerjaan outsourcing masih dibatasi atau diperluas dalam UU Cipta Kerja .
Dalam penjelasannya terkait revisi pasal outsourcing di UU Cipta Kerja , Ida hanya mengatakan
kalau perubahan terjadi pada prinsip pengalihan perlindungan.
"Syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja dalam kegiatan alih daya atau outsourcing
masih tetap dipertahankan. Bahkan dalam kegiatan alih daya UU ini memasukkan prinsip
pengalihan perlindingan hak bagi pekerja apabilaa terjadi pergantian perusahaan alih daya," kata
Ida dalam keterangan resminya.
Karyawan kontrak Pasal krusial yang juga kontroversial dalam omnibus law Cipta Kerja adalah
dihapuskannya Pasal 59 dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di pasal tersebut, UU Ketenagakerjaan melindungi pekerja atau buruh yang bekerja di suatu
perusahaan agar bisa diangkat menjadi karyawan tetap setelah bekerja dalam periode maksimal
paling lama 2 tahun, dan diperpanjang 1 kali untuk 1 tahun ke depan.
"Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu," bunyi
Pasal 59 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003.
Pasal UU Nomor 13 Tahun 2003 tersebut secara eksplisit mengatur Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu atau yang biasa disebut dengan PKWT.
PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha atau perusahaan untuk
mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk jenis pekerjaan tertentu.
Dalam perjanjian PKWT juga mengatur kedudukan atau jabatan, gaji atau upah pekerja,
tunjangan serta fasilitas apa yang didapat pekerja dan hal-hal lain yang bersifat mengatur
hubungan kerja secara pribadi.
Kewajiban mengangkat karyawan tetap dihapus Perusahaan hanya bisa melakukan kontrak
kerja perjanjian PKWT paling lama 3 tahun. Setelah itu, perusahaan diwajibkan untuk
354

