Page 480 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 480
TOLAK UU CIPTA KERJA, KRPI AKAN AJUKAN JUDICIAL REVIEW KE MK
Jakarta, Rancangan Undang-undang Cipta Kerja ( Omnibus Law Cipta Kerja) telah resmi
disahkan menjadi Undang-undang (UU) dalam rapat paripurna DPR, Senin (5/10/2020).
Sekjen Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia ( KRPI ), Saepul Tavip mengatakan, sejak awal
rencana pembuatan RUU Cipta Kerja hingga disahkan menjadi Undang-undang (UU), memang
penuh kontroversi di tengah masyarakat.
"Dari sisi formil, sejak diumumkan Presiden tentang rencana pembuatan UU Cipta Kerja dengan
metode Omnibus Law , pemerintah tidak terbuka untuk melibatkan masyarakat dalam proses
pembuatan RUU Cipta Kerja tersebut," kata Saepul dalam keterangan pers, Selasa (6/10/2020).
Saepul mengatakan, pemerintah hanya melibatkan kalangan pengusaha untuk membuat draft
RUU Cipta Kerja ini, hingga diserahkan ke DPR. Padahal, Pasal 96 UU Nomor 12 tahun 2011
mengamanatkan adanya pelibatan masyarakat dalam proses pembuatan suatu UU. "Namun
dalam kenyataannya, pembahasan RUU Cipta Kerja, masyarakat tidak dilibatkan," jelasnya
Sejumlah pasal yang sudah disepakati di tingkat Panja ternyata berbeda hasil dengan isi pasal
UU Cipta Kerja yang disahkan. Misalnya, Pasal 59 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) dan Pasal 66 tentang alih daya (outsourcing).
Dalam pembahasan RUU Cipker di tingkat Panja, telah disepakati untuk kembali ke UU 13/2003.
Namun, di UU Cipta Kerja yang disahkan kemarin, ternyata berbeda dengan isi kesepakatan
Panja. "Sehingga terindikasi ada pihak yang sengaja membelokkan poin-poin kesepakatan
Panja," tegasnya.
Dari sisi materiil, UU Cipta Kerja sarat dengan semangat fleksibilitas yang memastikan penurunan
perlindungan terhadap pekerja.
Dihapuskannya syarat PKWT maksimal 3 tahun dan sekali perpanjangan PKWT, dan
dibebaskannya outsourcing akan memastikan semakin banyak pekerja yang diperlakukan
dengan sistem PKWT dan outsourcing.
"Seperti kita ketahui bersama pekerja PKWT dan outsourcing adalah pekerja yang rentan
dilanggar hak-hak normatifnya seperti upah minimum (termasuk upah lembur) dan jaminan
sosial," kata Saepul.
Saeful menegaskan, KRPI akan menempuh jalur perlawanan berikutnya dengan mengajukan
judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak seluruh isi klaster ketenagakerjaan
di UU Cipta Kerja. Hal ini sebagai bentuk pembelaan terhadap masa depan pekerja Indonesia
beserta keluarganya.
"KRPI berharap seluruh komponen gerakan serikat pekerja di Indonesia untuk bahu membahu,
kompak menolak UU Cipta Kerja yang sangat merugikan rakyat pekerja ini," pungkasnya.
Sumber:BeritaSatu.com.
479

