Page 61 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 NOVEMBER 2020
P. 61

neutral  -  Arif  Maulana  (Direktur  LBH  Jakarta)  Semestinya,  presiden  yang  harus  melakukan
              executive review dengan menerbitkan perppu pembatalan UU Ciptaker

              negative - Asfinawati (Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)) Kesa-lahan-
              kesalahan fatal itu bukti pembuatan UU-nya memang ugal-ugalan

              negative - Asfinawati (Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)) Sudah cacat
              formil, harusnya (UU Ciptaker) gugur



              Ringkasan

              Sorotan terhadap omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) kembali muncul. Sehari
              setelah diteken Presiden Joko Widodo dan diundangkan Menkum HAM Yasonna H. Laoly pada
              Senin  (2/11),ditemukan  banyak  catatan  dalam  UU  Nomor  11  Tahun  2020  itu.  Baik  dari  sisi
              substansi maupun redaksi. Dari sisi redaksi, masih ada kekeliruan dalam naskah UU setebal 1.187
              halaman tersebut



              SETNEG AKUI SALAH REDAKSIONAL, UU CIPTA KERJA TETAP BERLAKU

              Sorotan terhadap omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) kembali muncul. Sehari
              setelah diteken Presiden Joko Widodo dan diundangkan Menkum HAM Yasonna H. Laoly pada
              Senin  (2/11),ditemukan  banyak  catatan  dalam  UU  Nomor  11  Tahun  2020  itu.  Baik  dari  sisi
              substansi maupun redaksi.

              Dari sisi redaksi, masih ada kekeliruan dalam naskah UU setebal 1.187 halaman tersebut

              Misalnya, pasal 6 di halaman 6 yang berbunyi peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan
              berusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf a. Pasal 5 yang menjadi rujukan
              tidak memiliki substansi yang dimaksud. Seharusnya, pasal 6 merujuk pada pasal 4 huruf a.


              Kesalahan juga muncul di bab XI tentang administrasi pemerintahan untuk mendukung cipta
              kerja. Tepatnya di halaman 757 yang berisi perubahan pasal 53 UU 30/2014 tentang Administrasi
              Pemerintahan.

              Bunyi ayat 5 adalah ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan keputusan dan/atau
              tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
              dalam  perpres.  Padahal,  penetapan  keputusan  yang  dianggap  dikabulkan  secara  hukum
              disinggung di ayat (4). Artinya, rujukannya ada di ayat (4). Sementara itu, ayat (3) menyinggung
              soal permohonan yang diproses melalui sistem elektronik.

              Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Gita Putri Damayana menyebutkan,
              dua  temuan  itu  baru  awal.  Tidak  tertutup  kemungkinan  ditemukan  kesalahan-kesalahan  lain
              yang secara teknis bisa memengaruhi substansi. "Kalau memantau, jangan-jangan akan lahir
              lagi dan ada temuan baru terus," ungkap Gita kepada Jawa Pos kemarin (3/11).

              Kesalahan redaksional seperti itu, kata dia, sebenarnya bukan barang baru. Sebelumnya, peneliti
              PSHK  pemah  menemukan  kasus  serupa  dalam  UU  32/2004  tentang  Pemda  Pasal  yang

                                                           60
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66