Page 62 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 NOVEMBER 2020
P. 62

bermasalah  itu  kemudian  dibawa  ke  Mahkamah  Konstitusi  untuk  dilakukan  uji  materi  dan
              akhirnya diperbaiki. "Yang mengerikannya di UU Ciptaker ini baru yang ketahuan sekarang dari
              1.187 pasal," lanjutnya.

              Menurut  Gita,  catatan  pada  dua pasal yang ditemukan  menunjukkan  bahwa  produk  legislasi
              tersebut  merupakan  buah  dari  penyusunan  yang  dipaksakan  dan  mengorbankan  prinsip
              transparansi. "Ini merupakan konsekuensi yang harus kita terima karena pembahasan yang ugal-
              ugalan tersebut," tegasnya.

              Hal yang bisa dilakukan pemerintah saat ini, menurut PSHK, adalah koreksi redaksional. Gita
              juga  mendorong  pemerintah  untuk  menunda  terlebih  dahulu  penerbitan  peraturan  turunan.
              Sebab,  peraturan  pokoknya  belum  tuntas  dan  beres.  "Ini  kan  ada  lebih  dari  400  peraturan
              pelaksana. Ditunda dulu sampai proses ini selesai di UU pokok," tegas dia.

              Gita juga menyinggung soal peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Meski
              Presiden Jokowi telah meneken UU Cipta Kerja, secara hukum perppu tetap bisa dikeluarkan
              untuk mengganti UU tersebut


              Secara terpisah, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengakui masih ada hal yang dia sebut
              sebagai kesalahan teknis penulisan di UU Cipta Kerja. Meskipun, sejak menerima berkas dari
              DPR,  pihaknya  sudah  me-review  dan  mendapati  kesalahan  teknis.  Lalu,  perbaikannya  sudah
              disepakati dengan DPR

              "Kekeliruan  tersebut  bersifat  teknis  administratif  sehingga  tidak  berpengaruh  terhadap
              implementasi UU Cipta Kerja," terangnya. Dia menyatakan, kekeliruan itu menjadi catatan dan
              masukan bagi Kemensetneg terkait dengan kendali kualitas RUU yang akan diundangkan.


              Buruh Tetap Menolak

              Konfederasi  Serikat  Pekerja  Indonesia  (KSPI)  bersama  buruh  Indonesia  secara  tegas
              menyatakan menolak UU Cipta Kerja. Mereka meminta undang-undang tersebut dibatalkan atau
              dicabut. "Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut, khususnya terkait dengan klaster
              ketenagakerjaan, hampir seluruhnya merugikan kaum buruh," kata Presiden KSPI Said Iqbal
              kemarin.

              Setelah  menerima  salinan  UU  No  11  Tahun  2020,  khususnya  klaster  ketenagakerjaan,  KSPI
              segera mengkaji. Hasilnya, banyak pasal yang merugikan buruh.

              Said membeberkan, berlakunya sistem upah murah sangat merugikan. Itu terlihat dari sisipan
              pasal 88 c ayat 1 yang menyebutkan bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi.
              Lalu,  ada  pasal  88  c  ayat  2  yang  menyebutkan  bahwa  gubernur  dapat  menetapkan  upah
              minimum  kabupaten  atau  kota  dengan  syarat  tertentu.  "Penggunaan  frasa  dapat  dalam
              penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sangat merugikan buruh Karena penetapan
              UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK," ucapnya

              Undang-undang  tersebut  juga  menghilangkan  batas  waktu  kontrak.  Menurut  dia,  itu  bisa
              mengakibatkan adanya pegawai kontrak seumur hidup. "Hal ini berarti tidak ada job security
              atau kepastian bekerja" ucapnya




                                                           61
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67