Page 243 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 MARET 2021
P. 243
kerja, opsi bekerja dari rumah, waktu untuk menyusui, hingga tempat penitipan anak juga
berpengaruh.
Survei FlexJobs pada 2019 terhadap 2.000 perempuan menemukan bahwa 71% perempuan
memutuskan atau mempertimbangkan untuk mengundurkan diri setelah punya anak karena
kurangnya fleksibilitas di tempat kerja. Sebanyak 31% perempuan yang telah mengambil jeda
dari pekerjaannya untuk mengurus anak pun punya keinginan untuk kembali bekerja sekaligus
melaporkan bahwa pekerjaan mereka tidak cukup fleksibel.
Work-life balance (82%), opsi kerja fleksibel (78%), dan jadwal jam kerja (77%) juga menempati
posisi lebih atas dibandingkan gaji (76%) sebagai pertimbangan utama perempuan memilih
pekerjaan setelah memiliki anak.
Walhasil, beban yang secara timpang ditanggung oleh perempuan setelah memiliki anak ini
memunculkan istilah " motherhood pay gap": ILO menemukan bahwa ada gap atau ketimpangan
upah antara perempuan yang telah memilliki anak dengan yang tidak. Ketimpangan ini pun
menjadi lebih besar di negara berkembang dan bagi perempuan yang memiliki anak lebih dari
satu.
ILO telah memberikan sejumlah rekomendasi untuk memastikan perempuan tetap dapat
melanjutkan kariernya selepas melahirkan. Dalam "Maternity, Paternity At Work", ILO
mendorong perusahaan untuk, pertama, menawarkan cuti hamil dengan jangka waktu cukup.
Kedua, memastikan agar pekerja perempuan mendapatkan perlindungan kerja selama masa
kehamilan. ILO juga mendesak diberlakukannya kebijakan non-diskriminatif untuk menghindari
asumsi-asumsi semacam "perempuan hamil kurang kompeten" dan "perempuan hamil menjadi
lebih tidak berkomitmen." Ketiga, ILO merekomendasikan perusahaan untuk memberikan
fasilitas kesehatan bagi perempuan hamil, seperti ruang privat bagi perempuan untuk dapat
menyusui anaknya. Keempat, mengembangkan program masuk kerja kembali bagi perempuan-
perempuan yang mengambil jeda di kariernya untuk mengurus anak.
Kelima, menawarkan cuti kehamilan bagi laki-laki ( paternity leave ) sehingga pihak suami juga
dapat menumbuhkan ikatan dengan anaknya dan untuk meningkatkan partisipasi laki-laki
mengerjakan tugas rumah tangga. Dampak jangka panjangnya, paternity leave membuat
perempuan dapat menyeimbangkan kariern lebih baik dan memperkecil ketimpangan upah
antara laki-laki dan perempuan. Keenam, dukungan terhadap opsi kerja yang fleksibel dan
layanan penitipan anak.
"Dengan mengelola maternity dengan baik, perusahaan dapat mendorong perempuan untuk
kembali bekerja setelah melahirkan. Dengan berkomitmen untuk mempertahankan dan
mengembangkan pekerja perempuan pula, perusahaan akan dapat menarik dan mengangkat
pemimpin-pemimpin perempuan.".
242