Page 186 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 OKTOBER 2020
P. 186
Kabar baik itu terutam terkait hak pesangon bagi buruh / pekerja. Omnibus Law Cipta Kerja
memberi kesempatan bagi buruh untuk menuntut hak uang pesangon."Berita bagus untuk
pekerja, berita bagus untuk para buruh. Saya baru membaca draf UU Cipta Kerja," katanya
melalui akun Instagramnya, Rabu (14/10). Hotman Paris menyebutkan dalam Omnibus Law
Cipta Kerja memuat aturan apabila majikan tidak membayar pesangon sesuai ketentuan akan
dianggap sebagai tindak pidana kejahatan. Dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
"Pasti majikan kalau di LP atau dibuat laporan polisi mengenai uang pesangon akan buru-buru
membayar uang pesangon. Ini sebuah suatu langkah yang sangat bagus, yang sangat
menguntungkan para pekerja dan buruh," jelasnya.Menurutnya, para buruh atau pekerja
membutuhkan waktu lama untuk menuntut uang pesangon berdasarkan aturan yang
sebelumnya, yakni UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Terlebih jika kasus uang
pesangon bergulir di Pengadilan Hubungan Industri (PHI).
"Selama ini berbulan-bulan untuk menuntut uang pesangon melalui pengadilan. Tapi dengan
satu laporan polisi, kemungkinan uang pesangon akan Anda dapat. Selamat untuk para buruh
dan pekerja," tegasnya.
Lihat postingan ini di Instagram Sebuah kiriman dibagikan oleh Dr. Hotman Paris SH MH
(@hotmanparisofficial) pada 13 Okt 2020 jam 6:19 PDT Benarkah pernyataan Hotman Paris
tersebut? Berdasarkan draf Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disahkan DPR, pernyataan
Hotman Paris tersebut mengacu pasal 185 yang terdapat di halaman 358. Draft Omnibus Law
UU Cipta Kerja ini merupakan draft yang terdiri dari 812 halaman. Draft Omnibus Law ini sudah
dikonfirmasi ke DPR dan merupakan drat yang dikirim ke Presiden untuk ditandantangani.
Pasal 185 Omnibus Law UU Cipta Kerja berbunyi: Pasal 185 (1) Barang siapa melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal
80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal
160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Nah, pasal 156 ayat 1 berbunyi: "Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib
membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak
yang seharusnya diterima". Sedangkan di UU Nomor 13 Tahun 2003, memang tidak ada aturan
tentang sanksi bagi pelanggaran di pasal 156 ayat 1. Asal tahu saja, baik di Omnibus law Cipta
Kerja dengan UU 13 Tahun 2003, bunyi pasal 156 ayat 1 tidak berubah.
Namun, UU Nomor 13 tahun 2003 telah mengatur sanksi jika pengusaha/majikan tidak
membayar pesangon bagi buruh. Ketentuan ini tertuang di pasal 185 ayat 1 yang berbunyi
"Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160
ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 160 ayat 7 berbunyi "Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami
pemutusan hubungan kerja sebagai-mana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4)".
Dengan membandingkan pasal-pasal tersebut, baik UU 13 tahun 2003 dan Omnibus Law Cipta
Kerja sama-sama mengatur sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak membayar pesangon bagi
buruh.
185