Page 45 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 OKTOBER 2020
P. 45
Produk hukum turunan UU Cipta Kerja perlu mengatur penerapan komponen kompensasi PHK
secara tepat agar selaras dengan maksud dan tujuan pengelompokan kompensasi PHK. Jika
tidak, untuk apa pula maksud dan tujuan pengelompokan komponen kompensasi PHK?
PKWT dan alih daya UU Cipta Kerja juga menghapus sejumlah ketentuan yang berkaitan dengan
perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan sistem kerja alih daya.
Untuk PKWT, sebagian besar masih mengadopsi ketentuan UU Ketenagakerjaan. Bedanya, UU
Cipta Kerja tidak mengatur dengan tegas soal batasan jangka waktu PKWT. Batasan jangka
waktu PWKT ini oleh beberapa kalangan ditafsirkan sebagai kontrak kerja tanpa batas waktu.
Dari sisi nama, tentu tidak mungkin PKWT tanpa batas waktu. UU Cipta Kerja menyebutkan
ketentuan jangka waktu PKWT akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Jika
mengacu pada norma sebelumnya, jangka waktu PKW paling lama adalah tiga tahun.
Boleh jadi, jangka waktu PKWT akan tetap sama tiga tahun atau paling lama enam tahun. Dan,
ini berkaitan dengan kompensasi yang akan diberikan kepada pekerja kontrak PKWT ketika
kontrak kerja berakhir.
Pemberian kompensasi bagi pekerja kontrak (PKWT) merupakan terobosan dalam UU Cipta
Kerja. Kini pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja jika PKWT berakhir.
Formula perhitungannya masih akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Soal alih daya, UU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan Pasal 64 dan Pasal 65 UU
Ketenagakerjaan. Sebelumnya, ketentuan ini mengatur tentang jenis-jenis pekerjaan yang dapat
diserahkan kepada perusahaan alih daya.
Ini berarti tidak ada lagi batasan tegas mengenai jenis-jenis pekerjaan yang dapat diserahkan
kepada perusahaan alih daya. Semuanya diserahkan pada strategi bisnis dan kebutuhan
perusahaan.
UU Cipta Kerja lebih banyak mengatur soal teknis pengaturan hubungan kerja antara pekerja
dan perusahaan alih daya. Dengan demikian, kontrol atas pelaksanaan sistem kerja alih daya
hanya mengandalkan ketentuan yang mengatur perjanjian kerja, terutama ketentuan PKWT.
Harus diakui, pemberian kompensasi terhadap pekerja PKWT, ditambah jaminan kehilangan
pekerjaan, merupakan sebuah terobosan yang dibuat UU Cipta Kerja.
Meski tidak menjawab keseluruhan problematik sistem kerja PKWT dan alih daya, terobosan ini
paling tidak mengembalikan makna filosofis kompensasi PHK itu sendiri.
Selama tidak memiliki sumber penghasilan karena PHK, pekerja tetap dapat menghidupi dirinya
dan keluarganya hingga kemudian mendapatkan pekerjaan baru atau sumber lain. Itu kurang
lebih filosofi kompensasi PHK.
Terobosan ini paling tidak juga mengurangi perlakuan diskriminatif yang selama ini dialami
pekerja sistem kerja kontrak (PKWT) maupun alih daya, meski masih jauh dari sempurna.
44