Page 90 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 DESEMBER 2020
P. 90

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati
              misalnya, ia mencermati beberapa bansos bagi para pekerja, di mana pemberian bansos tersebut
              diharapkan mampu mendorong ekonomi dan penciptaan lapangan kerja saat pandemi.

              Mulai dari bantuan langsung tunai (BLT) subsidi upah sebesar Rp 2,4 juta per penerima, hingga
              bantuan Jaringan Pengaman Sosial (JPS) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), menurut
              Enny, belum mampu menjawab itu semua.



              HARAPAN BARU RESHUFFLE KABINET: PERBAIKAN SKEMA BANSOS DAN
              PEMULIHAN EKONOMI

              Beberapa  waktu  lalu,  Presiden  Joko  Widodo  (Jokowi)  telah  melakukan  reshuffle  sejumlah
              menteri. Upaya tersebut membuka harapan baru bagi para menteri hasil reshuffle untuk mampu
              mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), terutama di tengah pandemi Covid-19.

              Saat ini, bangkitnya sektor ekonomi menjadi fokus utama bagi Indonesia agar bisa survive dari
              dampak pandemi. Meski begitu, masih ada sejumlah posisi menteri yang dinilai kurang mampu
              mengakomodir  bantuan sosial  (bansos), sebagai  salah  satu  upaya  mendorongnya pemulihan
              ekonomi.

              Sebab, bansos sendiri dinilai beberapa pihak berpotensi menimbulkan moral hazard, terutama
              pasca tertangkapnya Menteri Sosial Julian Batubara atas dugaan korupsi dana bansos, kehadiran
              beberapa bansos di sejumlah kementerian mendapat sorotan.

              Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati
              misalnya, ia mencermati beberapa bansos bagi para pekerja, di mana pemberian bansos tersebut
              diharapkan mampu mendorong ekonomi dan penciptaan lapangan kerja saat pandemi.
              Mulai dari bantuan langsung tunai (BLT) subsidi upah sebesar Rp 2,4 juta per penerima, hingga
              bantuan Jaringan Pengaman Sosial (JPS) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), menurut
              Enny, belum mampu menjawab itu semua.

              "Dari awal skema nya ini kan namanya bantuan, jadi seolah-seolah seperti dana perlindungan
              sosial. Padahal dana tersebut harus produktif dan berdampak bagi pemulihan ekonomi, untuk
              itu konsepnya harus jelas terlebih dahulu," ucap Enny dalam keterangannya di Jakarta, Senin
              (28/12/2020).
              Bahkan ia menyebut, jika skema seperti itu tetap dipertahankan, tak ubahnya seperti transfer
              payment. "Seolah seperti saweran untuk survival bertahan hidup," imbuhnya.

              Sementara untuk pekerja maupun pelaku usaha itu butuh untuk berkembang, melanjutkan usaha
              atau pun mencari alternatif penghasilan dengan melakukan usaha. Upaya survival-nya lanjut
              Enny, dengan usaha, artinya pemulihan ekonomi ini benar-benar terjadi.

              "Kalau  yang  sekarang  ini  kesannya  kalau  sudah  disalurkan  ya  selesai.  Padahal  kan  nggak.
              Kemudian apakah itu akan berdampak pada pemulihan ekonomi nasional ini tidak jelas ukuran
              maupun indikator keberhasilannya, efektivitasnya bagaimana?" tanya Enny.

              Pemerintah sambung dia, harus mengubah concern skema bantuan tersebut. Yang paling utama,
              mencari  persoalan  di  sektor  pekerja,  misalnya  kurang  lahan  pekerjaan,  bahkan  dipecat  dari
              kantor, bagaimana bantuan tersebut menjadi aternatif usaha bagi mereka.

              "Ini  memang  memerlukan  kerja  keras  dari  berbagai  pihak,  terutama  kementerian  terkait.
              Harusnya para penerima juga diberi pendampingan dan akses informasi yang baik, tak hanya


                                                           89
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95