Page 16 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 16
Maming juga mengimbau masyarakat yang mendemo harus membaca draf UU Cipta Kerja secara
utuh.
"Jangan termakan hoaks yang bisa menimbulkan kekacauan karena UU ini perlu pendalaman
yang matang. Jika masih ada pihak yang mau disampaikan ada koridor hukumnya, yakni uji
materi di Mahkamah Konstitusi," tutup Maming.
Akomodasi Buruh
Staf khusus Kementerian Ketenagakerjaan (Menaker) Dita Indah Sari mengatakan UU Cipta Kerja
tetap mengakomodasi kepentingan buruh dan mengadopsi berbagai hal yang baik dalam UU
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Hal-hal baik yang ada di UU Ketenagakerjaan tentu kita adopsi, dan kita juga perlu
mengakomodasi perkembangan zaman supaya aturan ketenagakerjaan tetap relevan," kata Dita
di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan regulasi tersebut berupaya untuk menjamin buruh-buruh masih menerima hak-
haknya ketika melaksanakan kewajibannya, seperti pesangon PHK, status kontrak, cuti, alih
daya, hingga pengupahan.
Selain itu, tambah dia, Omnibus Law ini juga mampu menjawab berbagai isu terkait klaster
ketenagakerjaan sesuai dengan perkembangan terkini, mengingat UU sebelumnya sudah
berumur hampir 17 tahun.
Salah satunya terkait pesangon bagi karyawan PHK yang saat ini masih merupakan salah satu
yang tertinggi di dunia, meski mengalami revisi ke bawah, dari sebelumnya 32 kali gaji menjadi
25 kali gaji.
" Indonesia ini angka pesangonnya salah satu yang paling tinggi di dunia dan ini tidak berimbang
dengan tingkat produktivitas kita. Angka 32 kali gaji ini realisasinya juga tidak ada yang mau
menanggung dan tidak banyak yang mampu menjalankan," ujar Dita.
Ia menambahkan UU Cipta Kerja ini juga memberikan inovasi yang lebih relevan bagi buruh yang
terkena PHK yaitu memberikan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan angka yang tidak
memberatkan pengusaha. " Manfaat JKP ini hanya ada di UU Cipta Kerja, angkanya tidak lagi
memberatkan pekerja ataupun pengusaha dengan iuran tambahan. Pemerintah akan lakukan
rekomposisi iuran yang ada dari BPJS Ketenagakerjaan," kata Dita.
Terkait isu soal kontrak, Dita menjelaskan bahwa syarat-syarat mengenai pekerja kontrak masih
mengadopsi aturan di UU Ketenagakerjaan terutama di pasal 56 dan 59, yang juga disesuaikan
dengan perkembangan terkini.
"Kenapa batas maksimal kontrak tidak tercantum lagi? Karena ini akan dicantumkan di Peraturan
Pemerintah, nanti supaya ada fleksibilitas. Karakteristik hubungan kerja di tiap sektor kan bisa
berbeda-beda," ujarnya. Dita juga melakukan klarifikasi terkait misinformasi soal cuti, terutama
bagi para buruh perempuan, karena UU Cipta Kerja tetap mengatur pemberian cuti hamil dan
cuti haid.
"Tidak ada penghilangan cuti hamil dan haid. Menteri (Ketenagakerjaan) kita ini perempuan,
separuh pekerja kita ini perempuan. Semua tetap ada dan dibayarkan upahnya," kata Dita.
Untuk syarat PHK, Dita memastikan ada empat tahap yang harus dilalui apabila keputusan
tersebut benar-benar dilakukan, sehingga pengusaha maupun buruh bisa mendapatkan solusi
yang terbaik.
15