Page 289 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 289
Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indahsari mengatakan tata cara PHK tetap sama.
Ada beberapa tahapan PHK yang merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jadi ada 4 layer buat PHK dan ini adopsi dari keputusan MK," kata Dita dalam Webinar bertajuk
UU Cipta Kerja dan Dampaknya Bagi Kepentingan Publik, Jakarta, Selasa (13/10).
Dita menegaskan aturan PHK masih merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Sebelum melakukan PHK, perusahaan wajib memberikan
pemberitahuan kepada pekerja yang dimaksud.
Bila pekerja tidak setuju dengan keputusan perusahaan tersebut, maka pekerja boleh melakukan
perundingan dengan perusahaan. Dalam hal ini, pekerja bisa berunding sendiri atau didampingi
dengan serikat pekerja. Bila masih belum menemukan kesepakatan, pekerja bisa menghadirkan
pemerintah dalam hal ini dinas terkait untuk ikut dalam perundingan.
"Jadi PHK tidak boleh dilakukan secara sepihak. Saat berunding pekerja juga boleh didampingi
serikat pekerja atau pemerintah," tutur Dita.
Outsourcing Isu serupa juga terjadi pada tenaga kerja alih daya (outsourcing). Dia membantah
pekerja alih daya ini akan dipermudah dan merugikan pekerja. Dita menjelaskan hubungan kerja
alih daya sama saja dengan hubungan kerja lainnya baik itu untuk pekerja kontrak maupun
pekerja tetap.
"Prinsipnya pekerja ini (alih daya) harus tetap dapat hak dasar yang sama, gaji harus sesuai
upah minimum, wajib BPJS, wajib dapat libur, kerja 8 jam," Dita menjelaskan.
Sebaliknya, kelebihan pengaturan tenaga kerja alih daya ini dalam UU Cipta Kerja lebih
diuntungkan. Sebab, jika kontrak habis dan tidak diperpanjang, pekerja akan mendapatkan
pesangon sebanyak 1 kali gaji.
Pemberian pesangon ini kata Dita, sebagai bekal pekerja untuk mendapatkan pekerjaan baru
lagi. "Kalau dulu aturan ini tidak ada pekerja kontrak tidak dapat pesangon kalau selesai kontrak.
Sekarang mereka akan mendapatkan pesangon," kata Dita.
[azz] Outsourcing.
288