Page 324 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 324
DPP Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (DPP FSPS) secara resmi menggugat UU Cipta
Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal yang menyinggung ketenagakerjaan.
Dilansir dari website resmi MK, dalam permohonannya, DPP FSPS meminta UU Cipta Kerja yang
mengatur hak-hak buruh yang merugikan buruh untuk dihapus. Hak yang dimaksud diminta agar
dimaknai:
1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
2. Biaya pulang untuk buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja.
3. Penggangian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15 persen dari uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.
4. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.
Mereka juga meminta upah minimun memperhatikan "Dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja
yang meniadakan batas waktu PKWT telah menghalangi pekerja kontrak untuk dapat menjadi
pekerja tetap yang berhak atas pesangon, dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang
penggantian hak," ujar Dewa dan Ayu yang memberikan kuasa kepada Seira Herlambang dan
Zico Simanjuntak.
Legislative Review Presiden KSPI Said Iqbal masih berharap agar UU Cipta Kerja dibatalkan oleh
Presiden RI Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Namun jika presiden tak menanggapinya, Said berharap DPR RI untuk melakukan uji legislasi
atau legislative review terhadap UU Cipta Kerja.
"Ini harapan ya, kalau Perppu tidak dikeluarkan oleh presiden, maka sebaiknya DPR melakukan
uji legislasi terhadap hasil produk mereka, UU Omnibus Law Cipta Kerja. " "Dalam hukum tata
negara namanya adalah legilatif review, itu bisa dilakukan dan itu harapan kita," ujar Said.
Bila DPR RI akan melakukan uji legislasi tersebut, Said mengatakan pihaknya tentu tidak perlu
berselisih lagi di Mahkamah Konstitusi. Dia juga mengingatkan bahwa di MK, masyarakat
termasuk serikat buruh dan buruh bisa melakukan dua gugatan yang berbeda.
Salah satunya adalah gugatan uji formil. Seperti perihal prosedur UU Cipta Kerja ini sesuai atau
tidak dengan UUD 1945 dan lain sebagainya, termasuk perihal halaman yang berubah-ubah.
Menurutnya DPR lebih melakukan legislative review daripada nantinya ternyata terbukti bahwa
UU Cipta Kerja memiliki cacat formil atau uji formilnya cacat.
"Sekarang kalau pak Presiden nggak mau meneken Perppu dan melakukan eksekutif review,
maka sekarang tinggal DPR (harapannya). " "Daripada nanti DPR dipermalukan di hadapan
rakyat, uji formilnya itu saja sudah kelihatan mulai dari halaman-halaman berubah, disahkan
harusnya tanggal 8 Oktober tiba-tiba jadi tanggal 5 Oktober, kemudian tidak maksimal
melibatkan public hearing. " "Itu kalau uji formil kalah DPR dan pemerintah, gugatan kami serikat
buruh dimenangkan oleh MK, maka semua batal," ungkapnya.
Padahal, kata Said, di dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja juga berisikan pasal yang baik, tak
semuanya pasal yang tidak baik. Salah satunya perihal masalah investasi.
Untuk pasal yang tidak baik atau kontroversial menurut Said adalah yang berkaitan dengan
klaster ketenagakerjaan karena mengurangi hak-hak buruh ataupun klaster lain yang
dipersoalkan oleh gerakan sosial lain.
323