Page 37 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 37
KETENTUAN ALIH DAYA BAK PEDANG BERMATA DUA
Menimbang sisi positif dan negatif UU Cipta Kerja bagi perusahaan alih daya
Undang-Undang Cipta Kerja atau omnibus law bak pedang bermata dua. Misalnya untuk klaster
ketenagakerjaan, khususnya yang mengatur ketentuan penyedia pekerja atau alih daya
(outsourcing). Perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan alih daya pekerja ini menilai
ketentuan dalam beleid sapu jagat tersebut ada nilai positif dan negatifnya.
Ketentuan yang dimaksud itu termuat dalam pembahan Pasal 6G di Omnibus Law klaster
Ketenagakerjaan. Pada ayat 1 disebutkan, hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan
pekerjaAiuruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuai secara
tertulis, baik perjanjian kerja waktu tertentu maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Adapun ayat 2 berbunyi, pelindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat
kerja, serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-ku-rangnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.
Pada aturan lama di Pasal G6 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak ada
ayat yang menyatakan demikian (lihat tabel).
Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI), Mira Sonia menilai, omnibus law akan
menjadi katalis positif bagi perusahaan oulsourcing. Hal ini lantaran bisa menjadi peluang untuk
penambahan bidang yang ditangani oleh perusahaan alih daya untuk labor supply.
Namun di sisi lainnya, efek beleid ini juga bisa negatif. "Dalam UU Cipta Kerja mengatur
kesejahteraan tenaga alih daya menjadi tanggung jawab perusahaan outsourcing. Berarti para
perusahaan klien oulsourcing bisa menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada
perusahaan alih daya. Ini yang menjadi masalah," ungkap dia kepada KONTAN, Rabu (14/10).
Ketika hal ini terjadi, menurut Mira, bisa menjadi celah terjadi pelanggaran, yakni perusahaan
pemberi kerja yang nakal menggunakan jasa perusahaan alih daya abal-abal untuk mengurangi
hak-hak para pekerja.
Bahkan, perusahaan alih daya yang tidak sadar hukum, tidak berasosiasi dan tidak jelas, akan
semakin mudah mencari klien. Sebab, hasrat klien yang nakal sekarang tersalurkan karena risiko
tidak lagi di pundak mereka. "Melainkan di perusahaan alih daya," ungkap Mira.
Saat ini jumlah pekerja alih daya yang terdata dalam ForuMKomunikasi Asosiasi Bisnis Alih Daya
Indonesia (Fadi) mencapai 3 juta orang. Jumlah tersebut berada di bawah naungan 3. 000
perusahaan outsourcing.
Presiden Direktur PT ISS Indonesia, Elisa Lumbantoru-an menyambut positif aturan itu. Ia bilang,
pengaturan hubungan kerja melalui perjanjian kerja tertulis akan memperjelas tanggung jawab
perusahaan alih daya terhadap pekerja/buruh yang dipekerjakannya. "Kalau ini diatur di dalam
omnibus law yang baru, bagus sekali," ujar dia kepada KONTAN, kemarin.
Elisa mengklaim, saat ini ISS Indonesia sudah diikat dengan perjanjian kerja secara tertulis.
Bahkan dia mengklaiMKaryawan ISS Indonesia tidak ada yang memiliki gjyi di bawah ketentuan
upah minimum. Mereka juga punya kartu BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan serta
mendapatkan Tunjangan Hari Raya (TIIR) dan hak cuti. Dengan adanya ketentuan itu, Elisa
berharap tercipta level persaingan yang sama antara ISS Indonesia maupun perusahaan alih
daya lain. "Kami akan mempunyai pla-yingfield yang sama dengan kompetitor," ujar dia.
Direktur Keuangan PT Shi-led On Service Tbk (SOSS), Prasetyo Wibowo menilai,jika mengacu
UU Cipta Kerja, tentu berdampak positif ke bisnis perusahaan. "Poin positifnya, memberikan
36