Page 75 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 75
Oleh karena itu, sejumlah aktivis perempuan yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Perempuan
Anti-Kekerasan (Gerak Perempuan) dalam Aksi Selasaan ke-15, Selasa (13/10/2020),
mempertanyakan hal tersebut. Gerak Perempuan juga meminta kepada Presiden Joko Widodo
untuk meninjau kembali RUU Cipta Kerja.
"Persoalan sisteMKontrak yang membuat perempuan pekerja rentan mengalami pemutusan
hubungan kerja ketika hamil, pengakuan pekerja rumahan dan PRT, serta persoalan cuti
melahirkan yang seharusnya menjadi lebih kuat perlindungan hukumnya menjadi 14 minggu
dilemahkan lewat RUU Cipta Kerja," ujar Mutiara Ika dari Perempuan Mahardhika.
Gerak Perempuan juga menuntut DPR menghentikan pembahasan RUU Ketahanan Keluarga
yang dinilai diskriminatif serta memprioritaskan pembahasan dan pengesahan RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga pada Prolegnas 2021.
Mike Verawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), menegaskan, RUU Cipta
Kerja penting dikritisi karena menyangkut banyak kelompok perempuan. Bukan hanya
perempuan pekerja, melainkan juga perempuan petani, nelayan, dan pekerja sektor perkebunan.
Dilihat kembali
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Nasdem Willy Aditya
mengatakan, tidak benar jika hak cuti haid dan cuti melahirkan ditiadakan di dalam RUU Cipta
Kerja.
"Sebaiknya ditunjukkan dulu norma aturannya yang mana yang dijadikan soal. Sebab, dalam
draf RUU Cipta Kerja yang dikirimkan kepada Presiden, tidak ada penghapusan hak-hak cuti
melahirkan dan cuti haid bagi pekerja perempuan. Teman-teman ini juga jangan teijebak pada
berita bohong atau informasi yang belum pasti. Sebaiknya dicek dulu di RUU-nya mengenai
ketentuan itu," tuturnya. (SON/REK)
74