Page 70 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 70

Mahkamah Konstitusi maupun aksi demo buruh yang bergabung dengan elemen masyarakat
              lain.  Dari  kantor  serikat  buruh  dunia  (ITUC),  Sekretaris  Jenderal  Sharon  Burrow  menulis
              ketidaksetujuan  mereka  atas  terbitnya  UU  Cipta  kerja  karena  bisa  mengancaMKomitmen
              Indonesia memenuhi target Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), potensi perusakan
              lingkungan yang lebih besar, dan penurunan kesejahteraan buruh.

              Mereka  menyerukan  agar  perundingan  dengan  serikat  buruh  dikedepankan  dalam  setiap
              perubahan regulasi ketenagakerjaan. Pemerintah dalam penjelasannya menyebutkan, UU Cipta
              Kerja  akan  mendorong  investasi  baru,  memangkas  birokrasi  dan  potensi  korupsi,  serta
              melindungi UKM, yang selanjutnya akan menolong pekerja yang saat ini menganggur sebanyak
              7 juta orang, ditambah angkatan kerja baru 2,9 juta dan 6 juta korban PHK akibat Covid-19.

              Kedaulatan rakyat vs pasar

              Dalam banyak peristiwa, lahirnya UU ketenagakerjaan baru di berbagai negara umumnya tak
              menyenangkan  kaum  buruh  karena  kompetisi  bisnis  yang  ketat  telah  memaksa  pemerintah
              melakukan beberapa restrukturisasi agar tetap kompetitif untuk investor.

              Dunia yang kita tempati saat ini tak lagi sama dengan dunia lama, kenyamanan lama sebagian
              akan tergerus akibat desakan kompetisi pasar. Masalahnya, tak semua orang bisa siap menerima
              kenyataan  baru  yang  merugikan,  dan  tidak  semua  pemerintah  punya  waktu  memberikan
              penjelasan bagus. Semua fokus mengejar target untuk

              perbaikan indeks dan indikator global.

              Inilah sebabnya negara berkembang, seperti Indonesia, menghadapi dilema besar menghadapi
              globalisasi. DalaMKonstruksi tatanan global, negara berkembang diposisikan harus menerima
              aturan atau kesepakatan global sekalipun kadang bertentangan dengan komitmen nasionalnya.
              Dengan semakin dalamnya ketergantungan terhadap globalisasi, ne-gara-negara itu diharuskan
              melakukan  penyesuaian  domestik  terhadap  hukum,  pasar,  dan  regulasi  global  untuk  bisa
              menikmati manfaat globalisasi.

              Jadi,  aturan  standar  permainannya  adalah:  buka  perbatasan,  buka  pasar,  hapus  proteksi,
              tambah kemudahan ke investor asing, dan turunkan "ongkos buruh". Lihatlah Indikator tahunan
              Forum  Ekonomi  Dunia  (WEF),  tak  ada  indikator  yang  secara  langsung  berkaitan  dengan
              kesejahteraan buruh. Adapun 12 pilar indikator WEF meliputi: institusi, infrastruktur, lingkungan
              ekonomi makro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan yang lebih tinggi dan pelatihan,
              efisiensi  pasar  barang,  efisiensi  pasar  kerja,  pembangunan  pasar  keuangan,  ketersediaan
              teknologi,  besar  pasar,  kecanggihan  bisnis,  dan  inovasi  (JIhe  Global  Competitiveness
              Reporf/WEF).

              Untuk negara berkembang, hampir keseluruhan indikator ini buruk, tapi sebaliknya tersedia di
              negara maju sehingga skor negara maju khususnya yang tergabung dalam OECD selalu tinggi.
              Sementara  investor  akan  selalu  lebih  memilih  berinvestasi  di  negara  yang  memiliki  tingkat
              kompetisi tinggi (skor tinggi). Investor yang tersisa pergi ke negara berkembang, tetapi hanya
              investasi yang berurusan dengan eksploitasi sumber daya alam, negara dengan upah murah,
              serta negara dengan aturan lingkungan buruk dan pajak rendah.

              Inilah yang disebut Dani Rodrik (2011) sebagai the fundamental political trilemma of the world
              economy. Rodrik menyebutkan, dalam integrasi ekonomi global, negara tak bisa secara simultan
              memajukan  demokrasi  dan  memajukan  kepentingan  nasional.  Jika  ingin  mendapatkan
              keuntungan  globalisasi  yang  lebih  besar,  negara  harus  menyerahkan  sebagian  kedaulatan
              negara  dan  demokrasinya  diatur  globalisasi.  Jadi  pilihan  yang  tersedia  apakah  memperkuat
              demokrasi    dengan     risiko   tidak   mendapat     manfaat    penuh     globalisasi   atau
              memperdalaMKeterlibatan pada globalisasi dengan mengikuti aturan demokrasi yang sering tak

                                                           69
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75