Page 28 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 30 NOVEMBER 2020
P. 28
sedikitnya penyerapan tenaga kerja baru. Praktis hanya unit-unit usaha yang masih tumbuh
positif saat pandemi yang menambah jumlah pekerja.
Semua itu berkontribusi pada peningkatan jumlah penganggur seperti yang disampaikan BPS.
Peningkatan jumlah penganggur terutama disebabkan oleh angkatan kerja baru yang tidak
tertampung oleh dunia usaha akibat sangat terbatasnya perekrutan baru.
Perubahan struktur
Akan tetapi, dampak pandemi Covid-19 terhadap pasar kerja sebenarnya tidak hanya tecermin
dari naiknya angka pengangguran. Penurunan jumlah pekerja ternyata 'hanya' 310.000 orang,
jauh di bawah perkiraan PHK yang terjadi di masa pandemi. Padahal, berbagai pihak
memperkirakan ada lebih dari satu juta orang kehilangan pekerjaan akibat Covid-19. Secara
logika, dengan terbatasnya perekrutan karyawan baru, peningkatan jumlah penganggur
setidaknya harus lebih besar daripada jumlah pekerja yang terkena PHK.
Ternyata, hal itu tidak terjadi. Diduga karena banyak di antara yang terkena PHK kemudian
mencari nafkah sebagai pekerja paruh waktu dengan penghasilan seadanya. Data BPS
menguatkan sinyalemen tersebut.
Dibandingkan dengan kondisi tahun 2019, jumlah pekerja penuh turun 9,46 juta. Sebaliknya,
jumlah pekerja tidak penuh mengalami peningkatan sebesar 9,15 juta orang. Itulah yang
menyebabkan penurunan jumlah pekerja tidak terlalu besar di saat dunia usaha terpukul hebat
di masa pandemi.
Secara kasat mata, hal itu teramati dari munculnya pedagang/pengusaha informal baru. Hal
yang sama juga terjadi pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1998.
Struktur pekerja menurut lapangan pekerjaan juga berubah. Di luar sektor pertanian yang
memang pertumbuhan outputnya masih positif, proporsi pekerja di perdagangan naik 0,46
persen poin pada saat pertumbuhan outputnya negatif 5,03 persen. Hal ini dimungkinkan karena
perdagangan adalah sektor yang paling mudah dimasuki karena mayoritas bersifat informal.
Secara makro peranannya dalam pertumbuhan PD B mungkin sangat kecil, tetapi sektor
perdagangan informal selalu mampu menyerap tenaga kerja baru. Korban PHK, juga sebagian
angkatan kerja baru, banyak masuk ke sana.
Struktur pekerja menurut status pekerjaan juga berubah. Terjadi peningkatan proporsi pekerja
informal (berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja tidak dibayar, dan
pekerja bebas), yaitu dari 55,88 persen (Agustus 2019) menjadi 60,47 persen. Sementara
proporsi pekerja formal (buruh/karyawan dan berusaha dibantu buruh tetap) mengalami
penurunan dari 44,12 persen menjadi 39,53 persen. Data tersebut menegaskan sinyalemen
pergeseran dari formal ke informal yang telah disampaikan sebelumnya.
Selain perubahan struktur, partisipasi angkatan kerja juga berubah akibat pandemi. BPS
mencatat peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan yang lebih besar
dibandingkan dengan peningkatan di periode sebelumnya (2018-2019). Perkembangan TPAK
perempuan selama tiga tahun terakhir adalah 51,80 persen (2018), 51,81 persen (2019), 53,13
persen (2020).
Angka di atas menunjukkan pandemi telah memaksa banyak perempuan untuk aktif di pasar
kerja. Seperti terjadi saat krisis 1998, situasi perekonomian yang sulit menyebabkan banyak
rumah tangga mengerahkan seluruh potensi SDM-nya untuk mencari uang. Berbagai situasi
tersebut menunjukkan bahwa dampak pandemi di pasar kerja tidak hanya tecermin dari
peningkatan jumlah penganggur. Ada perubahan-perubahan lain yang terjadi, yaitu peningkatan
partisipasi angkatan kerja perempuan, peningkatan jumlah pekerja informal, peningkatan jumlah
pekerja tidak penuh, serta peningkatan pekerja di sektor perdagangan.
27