Page 112 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 112

Pengesahan  RUU  Cipta  Kerja  akan  membuat  pekerja  semakin  rentan  terhadap  pemutusan
              hubungan kerja (PHK) di tengah situasi pandemi Covid-19. Di sisi lain, dampak omnibus law
              diperkirakan tidak akan signifikan dalam meningkatkan daya saing dan investasi.

              Ekonom  dari  Institute  for  Development  of  Economics  and  Finance  (Indef),  Bhima  Yudhistira
              Adhinegara, mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja mengubah ratusan pasal. Hal itu membutuhkan
              ribuan aturan teknis, baik level peraturan pemerintah sampai dengan peraturan menteri dan
              peraturan daerah.

              "Ini justru memberi ketidakpastian karena banyaknya aturan yang berubah di tengah situasi
              resesi ekonomi. Padahal, investor butuh kepastian," katanya kepada "PR", Minggu (4/11/2020).

              Selain itu, menurut dia, pengesahan RUU ini menyebabkan adanya gelombang penolakan karena
              terdapat banyak pasal yang merugikan pekerja.

              Aksi penolakan omnibus law dapat merusak hubungan industrial di level paling mikro atau di
              tingkat perundingan perusahaan (bipartit). "Ancaman mogok kerja bisa turunkan produktivitas.
              Akhirnya, yang rugi juga pengusaha," ujarnya.

              Bhima  mengatakan,  pengesahan  UU  Cipta  Kerja  juga  tidak  secara  otomatis  menyebabkan
              investasi langsung masuk ke Indonesia. Soalnya, banyak variabel lain yang jadi pertimbangan
              kalangan investor.

              "Misalnya saja, keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi, efektivitas insentif fiskal
              dan nonfiskal, serta ketersediaan bahan baku dan biaya logistik," tuturnya.

              Bahkan, dengan dicabutnya hak-hak pekerja dalam omnibus law, tidak menutup kemungkinan
              persepsi investor, khususnya negara maju, jadi negatif terhadap indonesia.

              "Investor di negara maju sangat menjunjung fair la-bour practice dan decent worky di mana hak
              hak  buruh  sangat  dihargai,  bukan  sebaliknya,  menurunkan  hak  buruh.  (Hal  itu)  berarti
              bertentangan dengan prinsip negara maju," ujarnya.

              Selain itu, Bhima mengatakan, gelombang penolakan pasti terjadi, bukan hanya dari kalangan
              buruh, melainkan juga elemen lain yang merasa dirugikan haknya. "Misalnya saja, petani, karena
              ada klausul impor pangan disamakan dengan produksi pangan dan cadangan nasional, sampai
              dengan  masyarakat  adat  yang  merasa  dirugikan  dalam  persoalan  izin  lahan,"  tuturnya.
              (Muhammad Irfan, Tia Dwitiani Komalasari)***



























                                                           111
   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117