Page 137 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 AGUSTUS 2020
P. 137
"Para pekerja hotel dan pusat belanja yang harus masuk secara bergantian diberikan pelatihan
- pelatihan untuk meningkatkan kompetensi, termasuk prosedur kesehatan, kepemimpinan
maupun mental untuk menjadikan karyawan yang tangguh di era krisis ini," kata dia.
Selama masa pandemi, kata Hery, Alfaland Group dengan jumlah karyawan kurang lebih 600
orang dan tersebar dari Medan sampai Sidoarjo, telah melakukan lebih dari 75 pelatihan.
Sebesar 70% dari total pelatihan dilakukan secara daring dan 30% dilakukan secara tatap muka
dengan tetap memperhatikan prosedur kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah. Pelatihan
secara daring diikuti rata -rata 50 - 100 orang per pelatihan dengan durasi pelatihan 90 - 150
menit untuk masing-masing topik pelatihan.
Topik pelatihan mulai dari yang berkaitan dengan pekerjaan sehari -hari seperti front office,
housekeeping, service excellence dan FB service , maupun yang mengasah kepeimpinan
seperti "Perilaku Asertif bagi Seorang Pemimpin" atau topik motivasi seperti "Bangkit dari
Kemunduran". Pelatihan secara daring memang memiliki tantangan tersendiri. Walaupun
sebelum pandemi kita sudah mengenal E- Learning, namun pengaplikasiannya tidak seintens
seperti saat ini.
Setelah WHO secara resmi menyatakan bahwa virus Covid-19 adalah sebuah pandemi global
pada bulan Maret, metodologi pelatihan berubah secara luar biasa. Pelatihan - pelatihan yang
biasanya dilakukan secara tatap muka tidak dapat lagi dilakukan karena ada pembatasan untuk
berkumpul. Model E- Learning pun menjadi pilihan utama diadaptasi ke dalam dunia pelatihan
menjadi pelatihan daring ( online ), agar pelatihan tetap dapat berjalan. Hery menjelaskan,
pelatihan daring adalah serangkaian proses pelatihan kerja dengan menggunakan jaringan
digital untuk berinteraksi, berlatih dan belajar serta berdiskusi, tanpa memerlukan pertemuan
tatap muka di lokasi fisik. Metode pelatihan daring mengharuskan peserta pelatihan mengikuti
dan melakukan pelatihan secara virtual dari proses awal hingga akhir.
Metode ini lebih menekankan pada kemampuan peserta pelatihan untuk belajar secara mandiri
dan kemampuan lembaga pelatihan mendesain program pelatihan yang bersifat digital dengan
tetap berkomitmen kepada peningkatan skill/kompetensi.
"Penerapan metode pelatihan daring harus didukung dengan kemampuan infrastruktur
teknologi informasi yang representatif dan konten digital (program pelatihan, asesmen, dan lain-
lain) khususnya dalam menjamin proses pelatihan dan luaran pelatihan memenuhi syarat
kompetensi yang diperlukan," kata dia.
Menurut Hery, ada beberapa tantangan dalam pelaksanaan pelatihan daring. Pertama , adalah
peserta yang pasif. Memiliki peserta yang pasif akan sangat menyulitkan bagi seorang
trainer/instruktur. Peserta yang pasif akan membingungkan trainer /instruktur karena tidak
tahu apakah peserta mengerti atau tidak terhadap materi yang diberikan. Agar peserta tidak
bersikap pasif, maka trainer/instruktur harus dapat membaca situasi dan banyak melakukan
kegiatan - kegiatan yang interaktif.
Tantangan yang kedua adalah trainer harus terus terhubung dengan peserta. Saat memberikan
pelatihan daring, sering kali peserta mengalami "gangguan" dari lingkungan di sekitarnya. Untuk
itu para peserta harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, termasuk mencari tempat yang tidak
banyak "gangguan". Gangguan dapat terjadi dari keluarga, rekan kerja atau lingkungan sekitar
tempat kita menjalankan pelatihan daring.
Tantangan yang ketiga adalah melakukan kolaborasi antar peserta. Biasanya apabila pelatihan
dilakukan secara tatap muka, trainer /instruktur dapat membagi kelompok peserta menjadi
beberapa kelompok untuk diberikan tugas kelompok. Beda dengan pelatihan daring, dimana
sulit untuk membagi peserta menjadi kelompok -kelompok kecil sehingga keterikatan antar
peserta menjadi sangat rendah.
136