Page 157 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 AGUSTUS 2020
P. 157
kasus tersebut tidak termasuk TPPO dan pidana PMI.
Dalam TPPO, ada tiga hal yang harus dibuktikan, di antaranya proses, cara, dan tujuannya.
Proses itu di lihat melalui rekrutmen atau penawaran. Cara, harus dibuktikan melalui apa korban
berangkat dan apakah sudah menempati negara yang di tuju. Adapun tujuan, yakni untuk
dimanfaatkan tenaganya. Jadi, buktinya belum cukup dan pihaknya be lum menemukan
bagaimana cara 19 korban itu akan disalurkan. Korban juga belum menempati ne gara yang
dituju atau minimal "ter dampar" saat transit di negara lain. Hal serupa dijelaskan di UU PMI,
korban harus sudah ditempatkan di tempat atau negara lain. "Ini mereka masih di Indonesia,"
ucap Chuck.
Menurut Chuck, kejahatan pelaku tidak sempurna bukan atas kehendaknya, melainkan karena
sudah ditangkap terlebih dahulu. Berbeda dengan kasus anak buah kapal (ABK) Long Xing 629.
"Itu kan jelas, mereka diyakinkan sebagai ABK legal, ternyata tidak. Tidak ada proses
administrasi, dibe rang katkan kerja, tetapi tidak digaji. Itu jelas [TPPO]," ujarnya.
Terkait persoalan hukum tersebut, Benny menilai butuh ke seriusan dari aparat hukum dalam
menanganinya. Dunia ketenagakerjaan, khususnya PMI, adalah du nia perbudakan modern
yang sering terjadi. "Perbudakan modern ini, kita sebut mereka adalah sindikasi mafia yang
melibatkan pemilik modal de ngan orang-orang yang hari ini memiliki atribut-atribut kekuasaan,"
ia menjelaskan.
Banyak oknum berperan dalam penempatan PMI secara ilegal. "Ada oknum kemlu, oknum polisi,
oknum tentara, oknum imigrasi, oknum naker, dan oknum BP2MI," kata Benny lagi. GATRA
berupaya mengonfirmasi temuan-temuan itu kepada Dirjen Imigrasi, Jhony Ginting, tetapi
belum mendapat tanggapan. Dalam catatan BP2MI, hingga kini sudah ada 3,7 juta orang PMI
yang penempatannya berjalan de ngan legal. Namun jika melihat angka dari Bank Dunia, jumlah
PMI di luar negeri ada 9 juta jiwa. "Kalau kita mengamin kan data dari World Bank, maka akan
ada gap angka sebesar 5,3 juta anak bangsa yang tidak masuk dalam sistem kita atau disebut
itu ilegal," kata Benny.
Direktur Sosialisasi dan Kelem ba gaan Penempatan BP2MI, Servulus Bobo Riti, mengungkapkan
mengapa persoalan penyaluran PMI dengan cara ilegal masih terus marak. "Sebab, di negara
tujuan ada pasar dan mekanisme pasarnya. Jadi, ada mekanisme pasar gelapnya yang su dah
mengatur dan ada pasar yang sungguh membutuhkan," ucapnya kepada GATRA. Menurut
Servulus, pihak penggu na atau user memilih para PMI dengan cara ilegal karena lebih murah.
"Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya perekrutan, bayar pajak, tidak perlu menggaji, atau
memberikan upah yang sesuai standar nasional dan lainnya," ujarnya.
Meski pemerintah telah membendung dan memberantas pasar gelap tersebut, mata rantai ilegal
itu selalu melahirkan cara baru. "Sepanjang pasar gelap atau ilegal di negara tujuan penempatan
itu ada, sepanjang itu juga suplai dari negara asal akan selalu tersedia," kata Servulus.
Modus perekrutannya pun beragam. Pertama, mengiming-imingi calon pekerja dengan kerja
enak dan upah besar. Calo atau sponsor atau makelar ini cari mangsa ke desa-desa dan
membuai dengan janji-janji. Ke dua, melakukan praktik renten dan ijon, seperti memberikan
dana di depan kepada calon pekerja untuk semua kebutuhannya. Padahal, itu akan menjerat
mereka nantinya. Ketiga, memberikan dana tali kasih atau uang
ke ikutsertaan. "Biasanya uang tali kasih ini dikasih ke suami atau orang tua atau keluarga dari
calon pekerja," Servu lus membeberkan.
Ia pun mengamini bahwa daerah sum ber PMI menjadi lumbung para pe nyalur ilegal ini untuk
merekrut mang sanya. Tercatat ada 10 provinsi terbesar yang menjadi sumber PMI dalam tiga
156