Page 39 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 NOVEMBER 2020
P. 39

Kementerian Ketenagakerjaan memutuskan, upah minimum 2021 tetap sama dengan besaran
              upah minimum 2020.
              KHL, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi tidak lagi menjadi acuan wajib meski segelintir daerah
              memilih tetap beRp atok pada ketiga faktor itu dan menaikkan upah minimum provinsi (UMP)
              2021 pada kisaran 2-3,5 persen.

              Pemerintah  menyebut  kebijakan  upah  minimum  2021  sebagai  jalan  tengah  yang  melindungi
              pekerja sekaligus menjaga dunia usaha yang terpukul di tengah Covid-19. Perusahaan yang tidak
              terdampak  pandemi  dibebaskan  untuk  menaikkan  upah  dengan  terlebih  dahulu  berunding
              dengan pekerjanya.

              Meski  demikian,  wajah  hubungan  industrial  selama  ini  jarang  beRp  ihak  pada  pekerja.
              Kesenjangan posisi tawar antara pengusaha dan pekerja membuat unsur pekerja kerap kalah
              dalam negosiasi.

              Perundingan bipartit terkait pengupahan kali ini pun ditengarai tetap sama, terutama dengan
              adanya  faktor  Covid-19 yang  bisa dijadikan  alasan  tidak  menaikkan  upah  dan  memberatkan
              posisi  buruh.  Terlebih,  tidak  semua  perusahaan  memiliki  serikat  pekerja  yang  kuat  untuk
              memperjuangkan hak mereka.

              Menjaga hak pekerja untuk hidup layak di tengah pandemi memang menjadi tantangan yang
              tidak mudah. Namun, kajian The Global Deal for Decent Work and Inclusive Growth Flagship
              Report  bersama  Organisasi  untuk  Kerja  Sama  dan  Pembangunan  Ekonomi  (OECD)  dan
              Organisasi Buruh Internasional (ILO) menegaskan, kebijakan pemulihan ekonomi akibat pandemi
              tidak boleh sampai mengabaikan persoalan kesenjangan sosial-ekonomi.

              Kebijakan yang adil dan melindungi pekerja secara jangka panjang justru akan menghasilkan
              pemulihan  ekonomi  yang  lebih  kuat.  Maka,  tantangan  yang  harus  dijawab  bukan  sekadar
              memunculkan  sebanyak-banyaknya  lapangan  kerja  untuk  menghindari  meningkatnya
              pengangguran, tetapi membangun kondisi kerja yang adil, kehidupan yang layak, serta pasar
              kerja yang inklusif.

              Dialog sosial

              Kajian bertajuk "Social Dialogue, Skills and Covid-19" menyoroti pentingnya terus memperkuat
              dialog sosial secara tripartit. Pandemi yang sama-sama memukul pemerintah, pengusaha, dan
              pekerja  bisa  menjadi  momen  untuk  mengubah  wajah  hubungan  industrial  yang  selama  ini
              banyak diwarnai krisis kepercayaan (trusf).

              Masa-masa  ke  depan  tidak  akan  mudah.  Bahkan,  setelah  Covid-19  suatu  hari  berlalu  pun,
              tantangan masih akan hadir dalam bentuk RUU Cipta Kerja dan peraturan turunannya.

              Ketika pemerintah lewat kebijakannya tidak hadir untuk melindungi hak pekerja, satu-satunya
              cara  adalah  terus  bersuara.  Pekerja  perlu  merapatkan  barisan,  berserikat,  dan  membangun
              posisi tawar yang lebih kokoh (collective bargaining) agar suaranya lebih didengar. Sementara
              itu, pengusaha dan pemerintah harus belajar untuk mendengar.

              (AGNES THEODORA)










                                                           38
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44